Di sebuah desa kecil di pegunungan, tinggalah seorang suami bernama Amir yang bekerja sebagai petani. Ia memiliki seorang istri, Aisyah, dan seorang anak laki-laki yang lucu bernama Rafi. Mereka hidup sederhana namun penuh kebahagiaan.
Suatu hari, desa mereka dilanda bencana banjir yang menghancurkan tanaman-tanaman mereka. Kehilangan sumber mata pencaharian, kehidupan keluarga Amir pun menjadi sulit. Meskipun demikian, Amir tak pernah menunjukkan kelemahan di depan keluarganya. Ia mencoba mencari pekerjaan sampingan sambil berusaha memperbaiki keadaan tanah pertaniannya.
Namun, semakin lama, keadaan semakin buruk. Amir melihat Aisyah dan Rafi tidak mendapatkan makanan yang cukup, sementara persediaan obat-obatan juga semakin menipis. Dalam keputusasaan, Amir akhirnya memutuskan untuk meninggalkan desa, mencari pekerjaan di kota besar agar ia bisa menyediakan kebutuhan keluarganya.
Di kota, Amir bekerja keras di sebuah pabrik dan mengalami masa-masa yang sulit. Ia merindukan desanya, namun tekadnya untuk membantu keluarganya menjadikannya bertahan. Selama bertahun-tahun, ia mengorbankan waktu, kesehatan, dan kenyamanannya demi mengirim uang pulang ke desa setiap bulan.
Ketika Rafi berusia cukup untuk melanjutkan pendidikan, Amir memutuskan untuk pulang ke desa. Ia memiliki simpanan yang cukup untuk memulihkan tanah pertaniannya. Amir kembali menjadi petani, dan dengan bantuan Rafi, mereka berhasil meningkatkan produktivitas pertanian mereka.
Dalam perjuangan dan pengorbanannya, Amir telah menunjukkan cinta sejati kepada keluarganya dengan ketulusan hati. Dia tahu bahwa pengorbanannya bernilai saat melihat senyuman bahagia di wajah Aisyah dan Rafi, serta melihat tanaman mereka kembali tumbuh subur.
Kisah ini mengajarkan bahwa pengorbanan seorang suami tidak selalu harus bersifat heroik, namun bisa juga dalam bentuk pengorbanan waktu, tenaga, dan kemampuan lainnya demi kebahagiaan keluarga.
Tinggalkan Balasan