Permasalahan makro
Permasalahan makro yang dihadapi oleh perencana wilayah adalah murni permasalahan pemerintah untuk melihat kaitan proyek dengan program pemerintah secara keseluruhan. Seandainya proyek itu murni swasta dan ditujukan untuk kegiatan bisnis, barangkali pemerintah tidak perlu terlalu pusing dengan permasalahn mikro yang ada, karena biasanya hal itu sudah dipersiapkan oleh pihak swasta sebagai penggagas proyek.
Tugas pemerintah adalah memeriksa atau mengawasi kebenaran dari gagasan terutama yang berkaitan dengan analisis ekonomi, dampak lingkungan, dan sikap sosial masyarakat. Permasalahan makro dari penggunaan lahan untuk suatu kegiatan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Kesesuaian lokasi
Lokasi proyek itu harus disesuaikan dengan daya dukung dan kesesuaian lahan secara makro regional. Kalau sudah ada rencana penggunaan lahan maka penentuan lokasi dapat mengacu pada rencana tersebut. Akan tetapi, seandainya belum ada rencana penggunaan penggunaan lahan yang dimaksudkan atau kalaupun ada tidak cukup rinci maka perencana kota harus mengkaitkan lokasi proyek dengan kebijakan penggunaan lahan yang baik.
Berbagai kebijakan yang terkait dengan hal ini, misalnya lokasi perumahan Developer atau industri selayaknya menghindari penggunaan lahan yang sangat subur untuk pertanian, lahan dengan kemiringan pertanian, lahan dengan kemiringan tertentu atau lahan resapan air tanah. Untuk sektor pertanian, komoditi yang dikembangkan adalah sesuai dengan jenis tanah atau kesuburan tanah.
- Strategi pengembangan ekonomi wilayah
Apabila pemerintah ingin membangun suatu proyek terutama proyek berskala besar, hal itu harus terkait dengan strategi pengembangan wilayah tersebut. Jadi, perlu dilihat apakah proyek yang diusulkan cukup strategis dan singkron dengan rencana umum pengembangan wilayah dan menuju tercapainya visi wilayah.
Misalnya apakah proyek yang dibangun itu bersifat basis dan memiliki forward lingkage dan backward lingkage yang tinggi. Apabila iya, maka proyek itu harus di prioritaskan. Akan tetapi apabila proyek itu hanya bersifat pelayanan (non basis) maka perlu dikaji bahwa proyek itu memang sudah dibutuhkan. Jangan sampai proyek itu justru mematikan pelayanan proyek sejenis yang telah ada sebelumnya.
- Sistem transportasi / penyediaan prasarana
Harus dilihat apakah penetapan lokasi dapat mengakibatkan sistem transportasi yang tidak efisien. Misalnya, lokasi perumahan yang jauh dari tempat kerjaakan mempercepat terciptanya kepadatan lalu lintas yang tinggi dan mendorong terciptanya high cost economy. Lokasi perumahan yang dibuat berseberangan dengan lokasi tempat kerja atau pasar, padahal jalan yang memisahkan adalah jalan arteri. Hal itu akan mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan meningkatkan terjadinya kecelakaan karena seringnya terjadi penyeberangan.
Jangan terlalu banyak menumpukkan kegiatan pada satu lokasi dimana angkutan seluruh kegiatan itu akan tumpah pada satu jalan penghubung (arteri), kecuali kapasitas jalan penghubung tersebut masih idle. Hal ini akan memacetkan lalu lintas pada jalan penghubung tersebut.
- Sistem pembiayaan pembangunan di daerah
Setelah memperhatikan sasaran pengembangan wilayah, pada akhirnya perencana wilayah sampai kepada program atau proyek yang diperkirakan akan menunjang tercapainya sasaran pengembangan wilayah. Program atau proyek jelas memerlukan biaya yang seringkali melampaui kemampuan dana pemerintah yang tersedia. Oleh sebab itu, program atau proyek perlu diberi skala prioritas.
Namun jika belum sampai pada keputusan akhir, perencana wilayah harus mengetahui tentang sistem pembiayaan pembangunan di daerah. Hal ini disebabkan jenis proyek yang diusulkan harus disesuaikan dengan sumber dana yang akan membiayai proyek tersebut. Misalnya sumber dana yang berasal dari APBN dan APBD.
Terdapat beberapa permasalahan makro dalam penerapan tata ruang wilayah, di antaranya adalah:
Pembangunan yang tidak terkoordinasi dengan tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. Pembangunan yang tidak terkoordinasi bisa mengakibatkan pembangunan yang berlebihan di wilayah tertentu, atau sebaliknya wilayah yang kekurangan pembangunan.
Adanya konflik penggunaan lahan antara sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan. Contohnya adalah konflik antara kepentingan pengembangan kawasan industri dengan area pertanian atau pemukiman.
Kurangnya peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah. Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan akan memperkuat legitimasi kebijakan dan mencegah terjadinya konflik sosial.
Kebijakan tata ruang wilayah yang tidak memperhitungkan faktor ketersediaan sumber daya alam dan lingkungan, serta dampak perubahan iklim.
Kurangnya koordinasi antar sektor dalam pelaksanaan tata ruang wilayah, seperti antara sektor transportasi, lingkungan hidup, pariwisata, dan sebagainya.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, diperlukan upaya untuk meningkatkan koordinasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah, serta memperhitungkan faktor lingkungan dan keberlanjutan dalam pembangunan.
FREE
44
You still have 44 queries left!
Referensi: Materi Pendamping Kegiatan Belajar Peserta Didik (MPKBPD) MGMP Geografi SMA Kabupaten Jombang (2018)