Strategi Jitu Generasi Emas Jombang Melestarikan Sandur Manduro

Warisan budaya tak benda (WBTB) adalah jantung identitas sebuah bangsa. Di tengah derasnya arus globalisasi dan dominasi budaya populer, tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan warisan adiluhung ini tetap relevan dan dicintai oleh generasi penerus. Di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, salah satu warisan budaya yang terancam tenggelam dalam lautan waktu adalah Sandur Manduro. Kesenian tradisional yang kaya akan nilai sejarah, mitologi, dan kearifan lokal ini kini menghadapi dilema eksistensial, di mana gaungnya semakin samar di telinga generasi muda Jombang.

Sandur Manduro, dengan akar sejarah yang panjang, adalah bentuk seni pertunjukan yang memadukan unsur musik, tari, dan teater rakyat. Pertunjukan ini biasanya mengangkat kisah-kisah tentang kehidupan sosial, pesan moral, hingga parodi yang dibalut humor. Namun, citra “ketinggalan zaman,” minimnya regenerasi, dan kurangnya inovasi membuat Sandur Manduro terpinggirkan dari panggung hiburan anak muda yang kini lebih akrab dengan gawai dan konten digital.

Inilah saatnya bagi Generasi Emas Jombang untuk turun tangan. Generasi yang melek teknologi, kreatif, dan peduli terhadap akar budaya mereka. Pelestarian Sandur Manduro bukan sekadar tugas pemerintah atau seniman sepuh, melainkan sebuah gerakan kolektif yang menuntut strategi jitu, inovatif, dan yang paling penting, mampu menyentuh hati serta pikiran kaum muda. Artikel ini akan mengupas tuntas strategi berlapis dan terintegrasi untuk menghidupkan kembali Sandur Manduro agar menjadi warisan yang relevan dan berkelanjutan.


Menganalisis Akar Masalah: Mengapa Sandur Manduro Mulai Ketinggalan Zaman?

Sebelum merumuskan solusi, penting untuk memahami diagnosis masalah. Mengapa Generasi Muda Jombang (GMJ) kurang tertarik pada Sandur Manduro?

  1. Isu Citra dan Estetika: Sandur Manduro sering dipandang sebagai seni yang “kuno,” gerakannya monoton, dan kostumnya kurang menarik dibandingkan dengan sajian visual modern.
  2. Kesenjangan Komunikasi (Bahasa): Dialog dan tembang (nyanyian) dalam Sandur sering menggunakan dialek Jawa atau kosa kata kuno yang sulit dipahami oleh GMJ.
  3. Durasi dan Format: Pertunjukan Sandur Manduro tradisional memiliki durasi yang panjang, tidak sesuai dengan rentang perhatian generasi muda yang terbiasa dengan konten singkat dan cepat saji (fast-content).
  4. Minimnya Akses dan Dokumentasi Digital: Hampir tidak ada konten Sandur Manduro yang terkelola dengan baik di platform digital populer (YouTube, TikTok, Instagram), membuatnya tidak terlihat di ruang interaksi utama GMJ.
  5. Kurangnya Kurikulum Pendidikan Budaya Lokal: Sandur Manduro belum terintegrasi secara efektif ke dalam kurikulum sekolah sebagai mata pelajaran wajib atau kegiatan ekstrakurikuler yang menarik.

Strategi A: Inovasi Konten dan Revitalisasi Seni Pertunjukan

Pelestarian tidak berarti membekukan bentuk. Sandur Manduro harus berevolusi tanpa kehilangan esensinya.

1. Re-interpretasi dan Adaptasi Konten (Sandur Millennial)

Generasi Emas Jombang harus berani memproduksi “Sandur Manduro” versi baru, dengan tetap menghormati pakem utama (musik, instrumen, dan gerak dasar).

  • Pembaruan Narasi: Mengangkat tema-tema yang relevan dengan kehidupan GMJ: isu lingkungan, mental health, teknologi, hingga bullying, yang dikemas dengan humor ala Sandur.
  • Format Pendek dan Serial: Mengubah pertunjukan panjang menjadi format pendek (15-20 menit) yang dapat dipentaskan di kafe, kampus, atau sebagai flashmob di ruang publik. Bahkan, menciptakan serial web Sandur Manduro dengan episode mingguan di YouTube.
  • Modernisasi Visual dan Kostum: Bekerja sama dengan desainer lokal Jombang untuk menciptakan kostum Sandur yang lebih kontemporer, menggunakan kain lokal, namun dengan sentuhan desain yang stylish dan eye-catching.
  • Kolaborasi Musik Lintas Genre: Menggandeng musisi muda Jombang untuk mengolah musik Sandur dengan sentuhan genre lain, seperti jazz, etnik-pop, atau bahkan electronic dance music (EDM), sehingga irama yang disajikan terdengar fresh dan groovy.

2. Digitalisasi Total dan Promosi Kreatif

Digitalisasi adalah jembatan utama untuk menjangkau GMJ. Sandur Manduro harus pindah dari panggung desa ke layar gawai.

  • Pembentukan Official Channel: Membuat kanal YouTube dan akun media sosial (Instagram, TikTok) yang terkelola secara profesional, fokus pada:
    • Konten Edukasi Cepat (TikTok/Reels): Video singkat tentang sejarah Sandur, tutorial gerakan tari dasar (challenge), atau mengenalkan tokoh-tokoh Sandur.
    • Dokumentasi Pertunjukan Kualitas Tinggi: Mengunggah rekaman pertunjukan yang disutradarai dengan sinematografi modern.
    • Konten Balik Layar (Behind The Scene): Menampilkan proses latihan, wawancara santai dengan para seniman, dan cerita inspiratif para pelaku Sandur.
  • Pemanfaatan Teknologi Imersif: Membuat pengalaman Virtual Reality (VR) atau Augmented Reality (AR) sederhana yang memungkinkan GMJ “masuk” ke dalam panggung Sandur Manduro, atau mencoba kostum Sandur secara virtual.
  • Kerja Sama dengan Content Creator Lokal: Menggandeng influencer atau content creator Jombang yang memiliki basis massa muda untuk me-review atau mempromosikan acara Sandur, sehingga menjangkau audiens yang lebih luas.

Strategi B: Regenerasi dan Ekosistem Pendidikan Inklusif

Keberlanjutan Sandur Manduro terletak pada kaderisasi seniman muda yang kompeten dan berdedikasi.

1. Sandur Manduro Masuk Kampus dan Sekolah

Menciptakan lingkungan yang kondusif agar GMJ secara sukarela tertarik untuk belajar Sandur Manduro.

  • Workshop dan Bootcamp Sandur: Mengadakan workshop intensif (hanya akhir pekan atau saat liburan) dengan metode pengajaran yang santai, interaktif, dan menekankan pada aspek kreativitas, bukan sekadar menghafal.
  • Integrasi ke Kurikulum: Bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang serta kampus-kampus lokal (seperti Unipdu, Undar, Unhasy, UNWAHA, atau UNIPGRI Jombang) untuk memasukkan Sandur Manduro sebagai salah satu pilihan mata kuliah seni, KKN Tematik, atau unit kegiatan mahasiswa (UKM).
  • Penyediaan Beasiswa dan Insentif: Memberikan beasiswa atau insentif finansial dan non-finansial bagi mahasiswa atau siswa yang bersedia mendalami dan mementaskan Sandur Manduro secara konsisten.

2. Transformasi Sanggar Menjadi Ruang Kreatif (Creative Hub)

Sanggar Sandur Manduro harus berhenti menjadi tempat yang eksklusif dan tertutup; ia harus bertransformasi menjadi pusat kreativitas bagi GMJ.

  • Fasilitas yang Menarik: Melengkapi sanggar dengan fasilitas modern seperti studio rekaman sederhana, ruang kolaborasi, dan kafe mini.
  • Jadwal Rutin Pertemuan: Mengadakan acara mingguan yang tidak selalu berupa latihan, seperti ngobrol budaya, nonton bareng film bertema kearifan lokal, atau sesi jamming musik tradisional-modern. Tujuannya adalah membuat GMJ merasa welcome dan menemukan komunitas yang fun di sana.
  • Pelibatan Seniman Senior dalam Peran Baru: Seniman senior tidak lagi hanya berperan sebagai guru yang kaku, tetapi menjadi mentor yang membimbing proyek-proyek kreatif anak muda, membagikan kearifan lokal (filosofi Sandur), dan menjalin komunikasi yang setara dengan generasi muda.

Strategi C: Keterlibatan Pemerintah dan Sektor Ekonomi Kreatif (Triple Helix)

Sinergi antara Pemerintah Daerah, Akademisi, dan Pelaku Usaha adalah pengungkit utama pelestarian yang berkelanjutan.

1. Festival dan Ruang Publik Berbasis Sandur

Pemerintah Daerah Jombang (Bupati, Dinas Pariwisata, dan Diskominfo) memiliki peran krusial dalam menyediakan panggung.

  • Sandur Manduro di Jombang Fest: Memastikan Sandur Manduro selalu mendapat slot utama dalam setiap perhelatan besar Jombang (seperti Jombang Fest), tidak hanya sebagai pelengkap, melainkan sebagai magnet utama pertunjukan.
  • Regulasi Dana Pelestarian Budaya: Mengalokasikan dana khusus yang transparan dan mudah diakses untuk mendukung kelompok-kelompok Sandur Manduro dalam berinovasi dan regenerasi.
  • Pendirian Museum Digital Sandur: Bekerja sama dengan institusi pendidikan untuk mendirikan museum digital atau pusat data yang berisi semua rekaman, naskah, sejarah, dan filosofi Sandur Manduro, menjadikannya sumber belajar yang mudah diakses.

2. Komersialisasi yang Etis (Budaya dan Bisnis)

Sandur Manduro harus memiliki nilai ekonomi agar diminati. Generasi Emas Jombang yang merupakan pelaku UMKM dan industri kreatif harus terlibat.

  • Wisata Budaya Sandur: Menggandeng asosiasi pariwisata, perhotelan (PHRI Jombang), dan agen travel untuk memasukkan pementasan Sandur Manduro (versi pendek dan menarik) sebagai atraksi wajib bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
  • Merchandise Sandur Khas Jombang: Menciptakan produk-produk merchandise yang terinspirasi dari tokoh, kostum, atau filosofi Sandur (kaos, tas, stiker, action figure). Ini harus didukung oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian Jombang.
  • Hak Kekayaan Intelektual (HAKI): Melindungi Sandur Manduro sebagai WBTB Jombang dan memberikan HAKI kepada kelompok seni tradisional, sehingga mereka memiliki hak legal atas karya mereka dan dapat memanfaatkannya secara komersial yang adil.

3. Peran Media Lokal dan Pers

Media lokal Jombang (PWI, Radar Jombang) harus menjadi cheerleader utama bagi Sandur Manduro.

  • Liputan Rutin dan Mendalam: Tidak hanya meliput pementasan, tetapi juga mengangkat kisah inspiratif seniman muda Sandur, tantangan regenerasi, dan analisis kritis tentang pentingnya budaya.
  • Talkshow Khusus: Mengadakan talkshow reguler yang membahas WBTB Jombang, khususnya Sandur Manduro, dengan menghadirkan narasumber lintas generasi (senior dan milenial) untuk menjembatani kesenjangan pemahaman.

Penutup: Sandur Manduro, Warisan Masa Depan Jombang

Melestarikan Sandur Manduro bukanlah upaya nostalgia untuk kembali ke masa lalu, tetapi investasi strategis untuk membentuk identitas kultural Generasi Emas Jombang di masa depan. Kesenian ini memiliki nilai keunikan yang tak ternilai harganya: ia adalah cerminan dari humor, kearifan, dan semangat guyub masyarakat Jombang.

Dengan menerapkan strategi berlapis yang meliputi Inovasi Konten (Sandur Millennial), Digitalisasi Total (media sosial dan teknologi imersif), Ekosistem Pendidikan Inklusif (masuk sekolah dan kampus), serta Keterlibatan Sektor Ekonomi Kreatif (komersialisasi yang etis), Sandur Manduro akan bertransformasi dari sekadar artefak budaya menjadi konten kreatif yang dicari, komoditas wisata yang menjanjikan, dan identitas kolektif yang dibanggakan oleh kaum muda Jombang.

Tugas Generasi Emas Jombang adalah menjemput Sandur Manduro dari tepi jurang kelupaan, memandikannya dengan inovasi, memberinya kostum baru yang trendi, dan meletakkannya kembali di panggung utama, tidak hanya sebagai saksi sejarah, tetapi sebagai bintang masa kini dan masa depan. Ini adalah janji Jombang untuk budayanya sendiri.

Tinggalkan Balasan