Tradisi tingkepan dilakukan oleh masyarakat suku Jawa untuk memperingati kehamilan tujuh bulan seorang wanita. Upacara adat tingkepan disebut juga mitoni. Pada upacara adat Jawa ini dilakukan doa bersama dan prosesi siraman. Wanita hamil menggunakan beberapa lembar kain batik secara bergantian dengan motif yang berbeda-beda. Tidak banyak generasi jaman sekarang yang paham warisan budaya Jawa ini. Penulis merasa perlu mengulas disini, meskipun hanya sekilas. Jika Anda memiliki informasi yang lebih lengkap mengenai macam-macam motif batik Jawa, silakan berbagi info di kolom komentar.
Penulis telah mewawancarai beberapa tokoh tua yang memiliki wawasan budaya Jawa klasik dengan benar. Bapak penulis merupakan mantan pemain kuda lumping yang paham ilmu Kejawen. Beliau sering dijadikan tim penasehat warga yang akan melangsungkan hajat pernikahan. Sementara Emak penulis adalah mantan patah. Patah adalah tukang rias pengantin adat Jawa asli. Mereka menceritakan tradisi mitoni dengan antusias. Usia tua tidak mengurangi daya ingat mereka terhadap beragam pernik prosesi siraman tingkepan. Selain itu, penulis juga membaca buku teks sebagai literatur pembanding. Referensi pembanding diperlukan untuk menjamin obyektifitas informasi artikel.
Budaya Jawa sering menggunakan lambang dan simbol sebagai bentuk harapan dan doa mereka untuk masa depan. Hal ini berlaku pula dalam pemilihan kain batik pada prosesi siraman wanita hamil. Menurut Yodi Kurniadi (2017), terdapat 12 motif kain batik Jawa yang digunakan pada prosesi siraman upacara adat tingkeban suku Jawa.
1. Wahyu Tumurun
Kain batik dengan motif Wahyu Tumurun digunakan pada upacara adat Tingkepan memiliki makna agar bayi yang akan lahir kelak bisa menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapatkan petunjuk dan perlindungan dari Tuhan.
2. Sido Asih
Penggunaan kain batik dengan motif Sido Asih dalam upacara tingkeban bermaksud agar bayi yang akan lahir bisa menjadi orang yang selalu dicintai dan dikasihi oleh sesama manusia serta mempunyai sifat belas kasih.
3. Sidomukti
Kain batik bermotif Sidomukti dipakai wanita hamil pada upacara adat tingkeban memiliki arti supaya bayi yang akan lahir menjadi orang yang Mukti Wibawa, yaitu berbahaya dan disegani karena kewibawaannya.
4. Truntum
Penggunaan kain batik motif Truntum pada upacara adat tingkepan memiliki arti supaya bayi yang lahir kelak memiliki keluhuran budi seperti orang tuanya. Orang tua berharap keluhuran budi itu menurun atau tumaruntum pada sang bayi.
5. Sidoluhur
Prosesi nyamping kain bermotif Sidoluhur mempunyai makna agar anak bisa menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur ketika ia menjadi orang dewasa.
6. Parang Kusumo
Penggunaan kain bermotif Parang Kusumo pada upacara adat mitoni bermakna agar anak memiliki kecerdasan bagai tajamnya parang dan memiliki ketangkasan pakai parang yang sedang dimainkan pesilat tangguh. Diharapkan anak yang terlahir dapat mikul duwur mendhem jero, artinya menjunjung tinggi harkat dan martabat orang tua serta mengharumkan nama baik keluarga.
7. Semen Romo
Penggunaan kain batik bermotif Semen Romo mempunyai makna agar anak yang terlahir kelak memiliki rasa cinta kasih kepada sesama layaknya cinta kasih Rama dan Shinta pada rakyatnya.
8. Udan Riris
Kain batik bermotif Udan Riris pada upacara adat tingkeban memiliki makna agar anak yang terlahir dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang dan menyenangkan semua orang yang bergaul dengannya.
9. Cakar Ayam
Penggunaan kain batik bermotif cakar ayam pada upacara adat mitoni memiliki arti agar anak yang terlahir pandai mencari rezeki bagai ayam yang mencari makan dengan cakarnya. Diharapkan tumbuh rasa tanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya sehingga kebutuhan hidupnya tercukupi.
10. Grompol
Penggunaan kain batik bermotif grompol pada upacara adat tingkeban memiliki arti agar keluarga tetap bersatu dan tidak bercerai berai akibat ketidak harmonisan keluarga. Hal ini selaras dengan makna grompol atau berkumpul dalam bahasa Jawa.
11. Lasem
Kain batik bermotif Lasem pada upacara adat tingkeban memiliki arti agar anak selalu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki jalan lurus seperti halnya motif garis vertikal pada kain batik yang bermotif Lasem.
12. Dringin
Kain batik bermotif Dringin pada upacara adat tingkeban memiliki arti agar anak yang terlahir bisa bergaul bermasyarakat dan berguna antar sesama. Motif kain Dringin adalah horizontal atau mendatar sehingga diharapkan anak bisa bergaul dengan luas.
Tinggalkan Balasan