Bakti anak kepada orang tuanya akan memberikan kebahagiaan dalam hidup. Tidak peduli seberapa keras hambatan kehidupan, anak-anak yang berlaku jujur dan bercita-cita membahagiaan orang tua akan mendapat keselamatan. Bersama artikel The Jombang Taste ini penulis mengajak Anda menyimak salah satu kumpulan dongeng Asia, yaitu cerita rakyat Jepang mengenai Kyusuke. Kyusuke dikenal oleh masyarakat Jepang sebagai anak yang berbakti dan patuh kepada orang tua.
Kisah dongeng dari Jepang ini dimulai pada zaman dahulu di sebuah desa di Negeri Jepang, hiduplah seorang petani miskin yang mempunyai dua orang anak laki-laki. Tabiat kedua anak itu sangat berlainan. Yang muda bernama Kyusuke, seorang anak yang jujur dan rajin. Abangnya, Kyutaro, berperangai kasar. Ia tidak hanya malas, tetapi juga suka menipu dan sering melakukan hal-hal lain yang tercela.
Pada suatu malam, Kyutaro mengambil simpanan uang orang tuanya, lalu dibawanya pergi. Ayahnya sangat sedih melihat kelakuan Kyutaro, padahal uang simpanan itu hasil dari menggadaikan tanahnya. Ayah yang malang itu hampir berputus asa, ketika anaknya yang kedua, Kyusuke, datang menghiburnya. “Janganlah merisaukan hari depan kita, Ayah. Pada suatu saat nanti, niscaya aku akan menggantinya,” ujar anaknya yang muda itu.
Tak berapa lama kemudian, karena selalu memikirkari anaknya yang tertua, istri petani itu pun jatuh sakit. Karena tak tahan menanggung derita, akhirnya meninggallah ia. Maka petani itu mengambil seorang perempuan lain untuk dijadikan istrinya.
Perempuan itu seorang janda yang mempunyai seorang anak gadis. Sayang sekali ibu yang baru ini bersikap kurang baik terhadap Kyusuke. Dengan demikian hidup Kyusuke dan ayahnya semakin buruk daripada semula. Perlakuan ibu tiri Kyusuke ini makin hari makin tidak baik. Kyusuke mencoba bertahan terhadap keadaan ini dengan mematuhi segala perintah orang tuanya.
Akhirnya Kyusuke manyadari bahwa ia sudah tak disenangi dan tidak dibutuhkan lagi dalam rumah itu. Ia tidak bisa hidup dengan tenang di rumah itu. Lantas, tanpa sepengetahuan seisi rumah, pada suatu malam ia pergi meninggalkan rumah itu. Ia bertekad meninggalkan rumah untuk mencari pengalaman hidup yang lebih baik. Ia berjanji kelak akan kembali ke rumah dengan membawa kesuksesan hidup.
“Ayah tercinta, aku meninggalkan rumah ini bukan karena Ayah tak sayang ataupun tak memenuhi kebutuhanku. Aku pergi karena ingin mencari pengalaman dan memperoleh kehidupan yang lebih baik.” Demikianlah pesannya dalam sepucuk surat yang ia tinggalkan untuk ayahnya.
Ayah Kyusuke sangat sedih dengan kepergian anaknya itu. Namun pada akhirnya ia merelakan juga, demi masa depan anaknya sendiri. Syandan setelah berjalan berhari-hari lamanya, Kyusuke tiba di sebuah desa bernama Tamamura. Karena sikapnya yang baik dan jujur, ia segera diterima bekerja di rumah seorang Kepala Desa.
Kisah dongeng Kyusuke dari Jepang berlanjut di tempat yang baru. Di tempat itu Kyusuke bekerja sebagai tukang kebun. Ia bekerja memeras keringat, sejak pagi-pagi buta hingga larut malam. Ia telah bangun di saat teman-temannya masih terlelap dalam tidur. Kyusuke bekerja keras dengan cita-cita menyenangkan ayahnya.
Di malam hari, ketika teman-temannya telah beristirahat, barulah Kyusuke berhenti bekerja. Ada saja yang ia kerjakan untuk mengisi waktunya yang Luang. Tatkala tiba waktunya ia menerima upah, ia hanya mengambil sedikit saja bagiannya, sedangkan sisanya ia simpan pada majikannya, sampai kelak ia membutuhkannya.
Kisah Legenda Kyusuke
Kisah legenda anak Jepang ini berlanjut dengan sifat-sifat rajin yang dmiliki Kyusuke. Oleh karena sifatnya yang rajin dan sederhana, Kyusuke sangat disayangi oleh majikannya. Ia dijadikan contoh dan teladan bagi pegawai-pegawai yang lain. Dengan demikian, tentu saja banyak pegawai lain yang merasa iri terhadap Kyusuke. Lambat laun hal ini diketahui juga oleh majikannya.
Maka pada suatu hari Kyusuke dipanggil oleh majikannya. “Kyusuke, aku sangat menghargai ketekunan dan kerajinanmu bekerja. Meskipun demikian, kurasa alangkah baiknya bila kau hentikan pekerjaanmu tatkala hari mulai malam. Lagi pula, bangun terlampau pagi kurang baik bagi kesehatanmu,” kata majikannya menasihati.
“Tetapi itu sudah kebiasaan saya, Tuan,” jawab Kyusuke dengan jujur.
“Baiklah bila itu kehendakmu. Tetapi kuminta, jika pekerjaanmu selesai pergilah tidur. Beristirahatlah bersama teman-temanmu yang lain,” ujar sang majikan.
“Tetapi Tuan, saya tak biasa tidur sebelum tengah malam,” kata Kyusuke.
Majikannya tertawa mendengar jawaban itu. Kemudian berkata, “Bila demikian kehendakmu, kau akan kuberi tanggung jawab yang lain.”
Keesokan harinya, Kyusuke diangkat menjadi Pengawas yang mengawasi seluruh pegawai yang bekerja di tempat itu. Majikannya berharap, dengan tugasnya yang baru itu kerajinan Kyusuke tentu akan berkurang.
Namun harapan majikannya itu tetap hanya harapan saja. Tidak berkurang, kerajinan Kyusuke bahkan kian bertambah. Kyusuke makin bersemangat bekerja sebagai pengawas. Hal ini membuat majikan Kyusuke merasa prihatin, karena pegawai-pegawainya yang lain semakin merasa iri terhadap Kyusuke.
Maka pada suatu hari, dipanggillah Kyusuke menghadap. “Kyusuke,” kata majikannya, “aku sangat prihatin melihat perkembanganmu belakangan ini. Tetapi baiklah. Bila kau memang ingin bekerja di malam hari, kau dapat mengerjakan pekerjaan lain, asalkan pekerjaan itu di luar tugasmu sehari-hari!”
“Tetapi Tuan, saya tak dapat mengerjakan pekerjaan lain. Memang saya pernah menganyam jerami untuk dijadikan sandal atau sepatu, namun hasilnya tentu kurang baik, karena saya belum berpengalaman,” Kyusuke merendah.
“Itu pun tak apa, cobalah kerjakan. Bila pekerjaanmu baik, orang-orang desa ini tentu mau membelinya,” sahut majikannya.
Maka semenjak itu Kyusuke membuat barang-barang anyaman dari jerami yang kemudian dijualnya kepada penduduk di desa itu. Dengan demikian penghasilannya pun kian bertambah, yang juga ia titipkan kepada majikannya.
Cerita Rakyat Jepang
Waktu berlalu dengan cepatnya. Cerita rakyat Jepang ini terus berputar. Kyusuke makin menunjukkan sifat-sifat baiknya sebagai anak yang rajin dan berbakti kepada orang tua. Tak terasa, telah delapan tahun Kyusuke bekerja di tempat itu. Simpanan uangnya kini semakin banyak juga. Oleh karena itu, pada suatu hari majikannya merasa perlu memanggil Kyusuke.
“Kyusuke,” majikannya membuka kata, “uangmu yang kau simpan selama delapan tahun ini telah demikian banyak. Nilainya kira-kira sama dengan seratus keping uang emas. Apakah yang ingin kau lakukan dengan uangmu itu? Tidakkah kau ingin membeli sebidang tanah, atau barangkali kau masih ingin menabungnya lagi?”
“Tuan,” jawab Kyusuke, “saya mempunyai seorang Ayah yang tinggal di desa, jauh dari sini. Perkenankanlah saya memohon izin untuk menengok ayah saya itu. Dan dengan uang itu saya bermaksud untuk mencukupi segala kebutuhannya, agar kelak di hari tuanya beliau tidak terlalu menderita. Setelah itu tentu saya akan kembali lagi ke sini.”
“Alangkah mulianya baktimu kepada orang tua, Kyusuke. Pergilah selama kau ingin.” Untuk mempersiapkan kepergian Kyusuke, majikannya membeli pakaian-pakaian yang bagus untuknya, di samping barang-barang lainnya sebagai oleh-oleh. Kyusuke pun diberi sebilah pedang pendek dan sebuah tas kecil tempat menyimpan uangnya.
Tatkala Kyusuke sedang berkemas-kemas, majikannya berkata, “Kau akan membawa uang yang tidak sedikit, Kyusuke. Aku khawatir kau menjadi sasaran perampok di tengah jalan. Tidakkah sebaiknya uang itu kukirimkan saja kepada orang tuamu?”
“Terima kasih, Tuan,” jawab Kyusuke, “saya akan menjaga diri baik-baik. Pakaian yang akan saya pakai sederhana sekali dan semua barang akan saya simpan di dalam tas lusuh yang saya pikul di punggung. Tentu takkan ada orang yang mengira bahwa saya membawa uang demikian banyak.”
“Baiklah kalau memang itu kehendakmu. Namun sebelum kau pergi, aku ingin menyampaikan tiga patah nasihat kepadamu. Perhatikanlah ketiga hal ini baik-baik. Pertama, biasakanlah berangkat sebelum embun pagi mengering dan beristirahatlah apabila matahari akan terbenam, jangan sekali-kali melanjutkan perjalanan dalam gelap. Kedua, jangan mengajak orang lain yang belum kaukenal dengan sungguh-sungguh. Bepergian seorang diri tidak akan merugikan orang lain, sedangkan orang yang tidak kaukenal kelak dapat menimbulkan kesukaran. Yang terakhir, jangan berbicara tentang keadaanmu kepada siapa pun, karena dengan berdiam diri orang lain takkan dapat mengungkapkan rahasiamu.”
“Terima kasih atas nasihat-nasihat itu, Tuan. Akan saya perhatikan dengan sungguh-sungguh,” jawab Kyusuke. “Nah, kau boleh berangkat sekarang. Kuucapkan selamat jalan, jagalah dirimu baik-baik.”
Dongeng Rakyat Jepang
Dongeng rakyat Jepang berkisah anak patuh orang tua membawa kita pada perjalanan Kyusuke selanjutnya. Dengan rasa haru yang dalam karena kebaikan majikannya, Kyusuke berangkat menempuh perjalanan. Berhari-hari lamanya ia berjalan dan selalu diingatnya ketiga nasihat majikannya. Ia bermalam di tempat-tempat penginapan sebelum senja hari dan melanjutkan perjalanannya tatkala hari masih pagi-pagi benar.
Ia berbicara seperlunya saja dan jika bertemu orang lain hanya mengucapkan salam. Namun ketika lebih dari separuhnya perjalanan yang ia tempuh, ia tak dapat mencegah keinginannya untuk lekas-lekas sampai di desa kelahirannya. Hari itu ia terus berjalan walaupun malam telah tiba, sehingga tanpa disadari ia telah menempuh jalan yang salah.
Ia tiba di sebuah jalan kecil yang sunyi, tak tampak seorang pun di situ. Kyusuke berfikir, “Aku tersesat karena telah mengabaikan petunjuk majikanku. Kini tak mungkin kulanjutkan perjalanan yang salah arah ini. Tetapi bila kupaksakan juga tidur di atas tanah, aku takut dimangsa binatang buas atau ular berbisa yang banyak berkeliaran.”
Karena rasa takutnya itu, ia memaksa dirinya untuk melanjutkan perjalanan, menuju sebuah bukit yang tak jauh dari situ. Setibanya di atas bukit, ia melihat setitik cahaya yang berkelap-kelip di kejauhan. Dengan penuh harap, ia segera menuju ke arah cahaya yang berkelap-kelip itu.
Akhirnya setelah bersusah payah karena badannya telah letih, sampai jualah Kyusuke di tempat tujuannya. Ternyata cahaya kecil itu berasal dari sebuah rumah tua yang tampaknya tidak terawat dengan baik. Dengan hati-hati diketuknya pintu rumah itu.
Setelah beberapa saat menunggu, keluarlah seorang wanita separuh baya yang berpakaian sederhana, menyapa Kyusuke dengan suara yang lembut, “Oh, siapakah engkau? Ada perlu apakah di malam hari begini?”
“Maafkanlah bila saya mengganggu Kakak,” jawab Kyusuke. “Saya tak tahu jalan. Bila diizinkan, saya ingin bermalam di sekitar sini” .
“Tetapi tak ada penginapan di sekitar tempat sahut wanita itu.
“Jika demikian perkenankanlah saya menginap di rumah ini selama satu malam saja,” kata Kyusuke kemudian.
“Sayang sekali,” jawab wanita itu, “hal itu sangat tidak mungkin.”
“Kak, saya hanya membutuhkan tempat bernaung,” sambung Kyusuke memohon. “Aku tahu kesulitanmu. Tetapi maafkanlah, aku tak dapat mengabulkan permintaanmu. Kau takkan dapat tinggal di sini karena ada suatu alasan, dan kebetulan pula suamiku sedang pergi.”
“Saya akan menunggu kedatangannya dan memohon perlindungannya.” Sambil berkata, Kyusuke duduk di muka pintu rumah itu. Melihat kelakuan Kyusuke seperti itu, timbullah rasa belas kasihan dalam diri wanita itu.
Akhirnya berkatalah wanita itu, “Kalau memang kau ingin bermalam di sini, masuklah. Tetapi aku tak bertanggung jawab bila ada hal-hal lain yang menimpa dirimu nanti.” Wanita itu membawa Kyusuke masuk ke dalam rumah, diantarnya ke belakang, ke suatu tempat penyimpanan kayu bakar dan arang.
“Tidurlah di sini,” kata wanita itu kemudian, “jangan mengeluarkan suara apa-apa. Pergilah esok pagi dengan diam-diam, sebelum fajar menyingsing. Jangan sampai suamiku tahu bahwa kau ada di sini, karena suamiku sangat tidak suka kepada orang yang datang.”
Meskipun agak heran dengan kata-kata itu, Kyusuke diam saja tak berkata apa-apa, hanya mengangguk mengiakan. “Tetapi, Kak,” kata Kyusuke kemudian, “sedari pagi saya belum makan. Perut saya lapar sekali,” kata Kyusuke memberanikan diri.
Ia berfikir, lebih baik mengatakan hal yang sebenarnya daripada harus menanggung lapar semalaman. Wanita itu tertawa dan berkata, “Suamiku masih agak lama pulangnya. Kau masuklah dulu, makanlah di dalam.”
Cerita Legenda Kyusuke
Cerita legenda Kyusuke dari Jepang berlanjut dengan kegiatan makan bersama di dalam rumah kecil itu. Setelah selesai bersantap, Kyusuke segera kembali ke tempatnya semula, di belakang rumah. Kyusuke bersandar pada tumpukan kayu di gudang belakang rumah. Karena perjalanan yang sangat melelahkan, tak berapa lama kemudian ia segera lelap tertidur.
Kyusuke tertidur dengan pulas. Pada waktu tengah malam, tiba-tiba ia terbangun dari tidurnya karena mendengar suara-suara ribut dari dalam rumah. Dengan hati-hati ia mengintai melalui celah-celah dinding. Terlihatlah seorang laki-laki bertubuh tinggi dan besar, berjanggut lebat dan berwajah menakutkan.
Kyusuke mendengar laki-laki itu berteriak, “Siapakah yang telah berani masuk ke dalam rumah ini? Dompet siapakah ini?” Dengan sangat terkejut Kyusuke meraba-raba sakunya. Ternyata benar, dompetnya telah tak ada. Ia merasa sangat menyesal. Karena kelengahannya, wanita itu mendapat kesukaran.
Kemudian didengarnya wanita itu menjawab, “Entahlah, aku tak pemah melihatnya. Mungkin milik orang lain yang baru-baru ini kau rampas barangnya!” Kyusuke sangat terkejut mendengar kata-kata itu.
Ia berfikir, “Laki-laki itu seorang perampok. Istrinya berusaha melindungi diriku. Ia akan segera mengetahui bahwa aku ada di sini.” Sambil berfikir demikian, cepat-cepat ia mengemasi barang-barangnya dan bersiap-siap meninggalkan tempat itu.
Tetapi baru saja berjalan beberapa langkah, tiba-tiba ia mendengar suara pukulan yang diikuti oleh teriakan-teriakan. “Katakanlah dengan sebenarnya apa yang terjadi! Kalau tidak, kubunuh kau!”
Namun jawaban wanita itu selalu sama, “Tak ada orang yang datang kemari!”
Melihat keadaan itu, Kyusuke berkata dalam hati, “Bila aku menemui laki-laki itu, tentu ia akan membunuhku. Tetapi lebih baik mati sebagai orang yang jujur daripada mencelakakan orang lain karena ketidakjujuran diri sendiri. Kasihan wanita itu, ia mendapat kesukaran karena ingin melindungi orang lain.”
Setelah berfikir demikian, dengan berani ia masuk ke dalam rumah itu dan berseru, “Hentikanlah pukulan-pukulan itu! Ia tidak bersalah! Jika kau ingin merampas milikku, ambillah! Tetapi lepaskanlah istrimu!”
Melihat Kyusuke yang muncul dengan tiba-tiba, perampok itu keheran-heranan. Ia segera bertanya, “Hai, dari manakah kau datang? Tiba-tiba saja kau muncul. Jatuh dari langitkah, atau mungkin kau keluar dari dalam tanah?”
“Aku telah lama berbaring di belakang rumahmu, di tempat penyimpanan kayu bakar. Suaramu yang nyaring membangunkan aku,” jawab Kyusuke.
Wanita istri perampok itu kemudian berkata kepada suaminya, “Jangan kau lukai orang itu, dan lepaskanlah dia! Dia kebetulan datang kemari dan miliknya pun tak seberapa banyak. Tidak pantas bila kau mengambilnya juga.”
“Coba kulihat,” kata suaminya sambil membuka tas Kyusuke. Setelah tas itu terbuka, terlihatlah pakaian yang bagus-bagus di dalamnya. “Wah, rupa-rupanya kau orang yang berharta juga. Berikanlah semua milikmu!” Setelah perampok itu melihat kepingan-kepingan uang emas yang tersimpan, ia lebih bergembira lagi.
“Tinggalkanlah semua milikmu di sini dan cepatlah pergi dari hadapanku sebelum aku berniat menghabisi nyawamu!” kata perampok itu dengan bengis.
Kyusuke menjawab, “Kepingan-kepingan uang emas itu merupakan hasil jerih payahku selama bertahun-tahun. Namun kalau kau mau mengambilnya, ambillah! Tetapi pedang pendek itu pemberian majikanku, jangan kau rampas juga. Kembalikanlah kepadaku!”
“Tidak,” kata perampok itu, “pedang ini masih baru. Namun aku mempunyai sepotong besi yang kutemukan di dekat sebuah rawa. Ambillah besi itu sebagai pengganti pedangmu ini!”
Lalu diambilnya sebilah pedang yang berwarna hitam karena terlampau berkarat. “Tinggalkanlah tempat ini sekarang, dan jangan mencoba datang lagi kemari!” sambung perampok itu memperingatkan.
Dengan hati yang sedih karena mengalami nasib yang demikian malang, Kyusuke kembali menyusuri jalan yang telah dilaluinya.
“Rasanya malu sekali bila aku kembali kepada majikanku. Ah, dunia ini terlalu kejam bagi diriku. Lebih baiklah kiranya jika aku membunuh diri saja” fikirnya kemudian.
Ia berusaha menghunus pedang hitam pemberian perampok tadi. Tetapi karena karat yang menempel pada pedang itu sudah terlampau tebal, pedang itu tak dapat dicabutnya. Lalu timbul fikiran lain dalam benaknya, ia akan membunuh diri dengan cara menceburkan diri ke dalam sungai atau rawa yang terdapat di sekitar tempat itu.
Tetapi beberapa saat kemudian, ia berfikir lagi. “Hanya orang yang berputus asa saja yang mau membunuh dirinya. Aku tak mau berputus asa, masa depanku masih panjang. Biarlah aku kembali saja kepada majikanku. Akan kuceritakan semua yang telah menimpa diriku. Aku berjanji untuk bekerja lebih giat lagi agar dapat memperoleh penghasilan yang lebih banyak. Biarlah hal ini menjadi peringatan atas kebodohanku.”
Dongeng Rakyat Jepang
Dongeng rakyat Jepang terus berlanjut dengan perjalanan Kyusuke kembali ke rumah majikan. Dengan penuh semangat, Kyusuke kembali menuju desa tempat tinggal majikannya dulu. Sebagai makanannya, ia memetik buah-buahan yang tumbuh di sepanjang jalan dan untuk menghilangkan dahaganya ia meminum air dari sumber-sumber air yang ditemuinya. Akhirnya, karena semangatnya yang tak pernah padam, sampai jugalah ia ke tempat majikannya.
Setelah Kyusuke selesai menceritakan segala pengalaman yang ditemuinya, majikannya hanya bisa menghibur, “Sungguh suatu keajaiban bahwa kau masih bisa keluar dari sarang perampok itu. Biarlah pengalamanmu ini menjadi pelajaran bagi kita. Tentang pedang yang kau bawa itu, nanti akan kubawa dan kutanyakan kepada seorang ahli, barangkali pedang itu cukup bernilai.”
Beberapa hari kemudian, majikan Kyusuke membawa pedang hitam itu kepada seorang pandai besi yang mengerti tentang pedang. Setelah bertemu dengan pandai besi itu, majikan Kyusuke berkata, “Aku ingin mengetahui nilai pedang hitam ini. Cobalah perkirakan, bagaimana nilainya.”
“Baik, Tuan,” sahut pandai besi itu, “tetapi aku tak bisa menilainya saat ini juga. Tinggalkanlah pedang itu selama tiga hari, agar aku dapat membersihkannya.”
Majikan Kyusuke setuju dengan usul itu, dan setelah menyelesaikan pembayarannya, pulanglah ia. Ketika waktu yang telah dijanjikan itu tiba, majikan Kyusuke datang kembali ke rumah pandai besi itu.
Pandai besi itu memberikan penjelasan, “Pedang ini ternyata bukan pedang biasa, melainkan peninggalan raja-raja zaman dahulu. Bahannya terbuat dari emas murni dan hanya seorang yang benar-benar ahli yang dapat membuatnya. Nilainya tak kurang dari seratus tiga puluh keping uang emas. Tetapi ada seorang ahli yang lebih pandai menilainya, ia tinggal di ibu kota. Pergilah ke sana dan temuilah ahli pedang itu.”
Setibanya di rumah, majikan Kyusuke berkata kepada pegawainya itu dengan gembira, “Hartamu yang telah dirampas dulu itu ternyata kini terganti berlipat ganda. Kyusuke, hal ini terjadi karena kejujuranmu jua. Esok hari pedangmu ini akan kubawa kepada seorang ahli pedang purba di ibu kota. Mudah-mudahan benarlah apa yang dikatakan oleh pandai besi itu.”
Alkisah pada keesokan harinya berangkatlah majikan Kyusuke ke ibu kota, menemui seorang ahli pedang purba yang tersohor kepandaiannya. Setelah beberapa saat lamanya memeriksa, ahli pedang itu berkata, “Tak dapat diragukan lagi, pedang ini sebilah pedang antik yang tiada duanya, yang telah ditempa oleh seorang empu yang paling pandai di negeri ini pada zaman dahulu. Jika Tuan mau menjualnya, aku sanggup membayar delapan ratus keping uang emas sebagai gantinya.”
Betapa gembiranya majikan Kyusuke mengetahui hal itu. Setelah menerima uangnya, ia segera kembali pulang ke desanya. Lalu diserahkannya uang itu kepada Kyusuke sambil berkata, “Kini kau dapat pulang kembali menghadap Ayahmu. Tetapi kali ini akan kukirimkan saja uangmu itu.”
“Terima kasih, Tuan,” jawab Kyusuke, “tetapi izinkanlah saya menyampaikan sedikit pendapat. Pertama-tama, Tuan tentu telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit sewaktu mengurus pedang itu. Saya harap, Tuan mau menerima penggantian biaya yang telah Tuan keluarkan itu. Kemudian, saya akan mengambil hak saya saja sebanyak seratus keping, untuk saya berikan kepada Ayah saya. Lalu tentang sisanya, meskipun perampok itu telah merampas harta milik saya, tetapi ia telah memberikan pedangnya tanpa tahu betapa tinggi nilainya. Bila saya mengambil uangnya itu, maka pada dasarnya saya pun menjadi perampok seperti dia.”
Alangkah terharunya majikan Kyusuke mendengar penjelasan itu. Lalu tanyanya, “Maksudmu, kau ingin memberikan sisa uang itu kepada perampok yang telah mencelakakanmu itu?”
“Walaupun ia seorang perampok,” jawab Kyusuke, “bukankah ia pun seorang manusia yang punya rasa terima kasih? Oleh karena itu, izinkanlah saya kembali ke rumahnya untuk menyampaikan uang yang menjadi haknya itu. Dengan tindakan ini, mudah-mudahan ia segera sadar atas kesesatannya selama ini.”
Mendengar kata-kata Kyusuke, majikannya tak dapat berkata apa-apa. Ia tak dapat mencegah keinginan Kyusuke. Disiapkannya segala perlengkapan seperti ketika dahulu Kyusuke pergi. Maka pergilah Kyusuke kembali ke rumah perampok itu sambil membawa seluruh miliknya.
Legenda Rakyat Jepang
Legenda rakyat Jepang mengenai anak yang berbakti pada orang tua terus berlanjut. Berhari-hari Kyusuke berjalan hingga pada akhirnya sampailah ia di rumah perampok itu. Diketuknya pintu rumah itu perlahan-lahan, dan seperti dulu juga, keluarlah istri perampok itu. Wanita itu nampak terkejut dan agak keheran-heranan melihat Kyusuke kembali.
“Maafkanlah aku, Kak,” ujar Kyusuke, “sekali lagi aku mengganggumu. Adakah Suamimu di rumah? Aku ingin bertemu dengannya.”
“Ada apakah maka kau datang lagi ke sini? Apakah kau. ingin membalas dendam terhadap suamiku?” tanya wanita itu.
“Tidak,” jawab Kyusuke, “aku datang kemari untuk memberi sekedar hadiah kepadanya.”
“Ia ada di dalam. Tetapi sayang sekali, ia terserang penyakit ganas, dan rupa-rupanya ia takkan bisa bertahan lama. Memang selama hidupnya ia telah melakukan berbagai macam kejahatan. Namun walau bagaimanapun ia tetap suamiku dan aku adalah istrinya.”
“Aku ingin menemuinya,” kata Kyusuke kemudian.
Ketika tiba di dalam sebuah kamar, Kyusuke melihat perampok itu sedang berbaring, matanya cekung dan badannya hanya tinggal kulit pembungkus tulang. Ketika perampok itu melihat siapa yang datang, ia meraih pedangnya dan mencoba bangkit dari tidurnya. Tetapi ia tak mampu.
Melihat itu, Kyusuke segera berkata, “Jangan takut, aku tak bermaksud jahat kepadamu. Aku ingin memberikan hakmu yang kauserahkan padaku dulu. Pedang hitammu dulu ternyata sangat berharga. Aku telah memperoleh kembali uangku setelah menjual pedangmu itu. Dan kini terimalah kelebihannya yang menjadi milikmu.”
Sambil berkata-kata, Kyusuke mengeluarkan kepingan-kepingan emas, lalu diserahkannya kepada perampok itu. Perampok itu seolah-olah tak percaya pada apa yang dilihatnya.
Setelah beberapa saat tak ada yang bersuara, perampok itu bertanya kepada Kyusuke, “Wahai orang baik, siapakah kau ini sesungguhnya? Dari manakah asalmu dan mengapa kejahatanku kaubalas dengan kebaikan?”
“Aku berasal dari desa Ogita. Namaku Kyusuke.” Mendengar jawaban ini, tiba-tiba perampok itu menangis tersedu-sedu serta menutupi mukanya dengan kedua belah tangan. Lalu di antara tangisnya ia berkata, “Kalau begitu Ayahmu bernama Kyuzamon.”
“Betul,” jawab Kyusuke, “dari manakah kautahu hal itu?”
“Kyusuke,” sahut perampok itu, “aku adalah Kyutaro, Abangmu sendiri…”
Mendengar kata-kata ini, Kyusuke segera memeluk Abangnya erat-erat. Kakak beradik itu menangis tersedu-sedu karena terharu.
Setelah tangis mereka agak mereda, Kyusuke pun kemudian menceritakan seluruh riwayatnya, semenjak ia meninggalkan rumah karena perlakuan ibu tirinya, caranya menabung uang yang ia titipkan pada majikannya, sampai ketika ia mendapat seratus keping uang emas untuk menolong ayahnya dari kesengsaraan.
Mendengar hal itu, abangnya berkata dengan penuh rasa sesal, “Seumur hidupku aku selalu melakukan pekerjaan hina yang tercela. Namun karena kemuliaan hatimu, saat ini aku sadar atas semua kesesatanku itu. Kyusuke, maukah kau memaafkan Abangmu yang hina ini?”
“Sudahlah, Kak,” jawab Kyusuke, “lupakanlah semua yang telah silam. Pedangmulah yang akan menolong kita semua. Lagi pula, kaulah yang menemukannya. Dengan pertemuan kita ini, semoga dirimu akan sembuh kembali seperti sediakala. Kalau kau sembuh, kita bersama-sama pergi menjumpai Ayah. Tentu beliau akan gembira sekali bertemu dengan kita.”
“Tidak,” sahut abangnya, “penyakitku sudah terlalu parah. Kurasa aku takkan bisa sembuh lagi. Sebelum matahari terbit esok pagi, mungkin aku telah meninggalkan kalian semua. Jika kau pulang menemui Ayah, sampaikanlah permintaan maafku kepadanya, pohonkanlah ampun untukku. Dan pesanku yang terakhir, harap kau sudi menjaga istriku sepeninggalku nanti. Perlakukanlah ia sebagai Kakakmu sendiri.”
Setelah berpesan demikian, sakit Kyutaro bertambah parah jua. Dan benarlah, sebelum matahari terbit esok hari, ia menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Beberapa hari kemudian, setelah hari-hari berkabung selesai, Kyusuke bersama janda abangnya pulang ke desa kelahirannya. Kepada ayahnya, ia mengisahkan segala pengalamannya dahulu. Ayahnya tak dapat mengatakan apa-apa karena demikian terharu atas bakti dan ketaatan putranya. Dengan uangnya Kyusuke membelikan sebidang tanah pertanian yang cukup luas untuk ayahnya, dengan demikian hari tua ayahnya penuh dengan kegembiraan dan tawa riang.
Setelah menunaikan segala tugasnya itu, Kyusuke pun segera kembali kepada majikannya dahulu untuk bekerja seperti biasa. la diterima dengan senang hati oleh majikannya itu. Namun baru beberapa bulan saja ia bekerja di tempat itu, Kyusuke dipanggil kembali oleh majikannya.
“Kyusuke,” kata majikannya, “mulai saat ini kurasa kau tak perlu lagi bekerja sebagai pembantuku. Sejak saat ini, aku memutuskan hubungan kita sebagai majikan dan buruh.”
“Oh Tuan,” tanya Kyusuke, “kesalahan apakah yang telah saya perbuat sehingga Tuan tidak memerlukan saya lagi?”
“Kau tidak berbuat kesalahan apa pun, Anakku. Aku sama sekali tidak merasa kecewa terhadapmu. Bahkan sebaliknya aku sangat mencintaimu. Kau tahu, anak gadisku telah menginjak dewasa. Kuharap kau menyukainya dan mau mengawininya. Di suatu saat kelak, jadilah kau penggantiku.” Kyusuke pun kini menjadi menantu Kepala Desa dan menggantikan tugas memimpin usaha perdagangan yang dijalankannya. Semenjak itu, Kyusuke dan keluarganya hidup berbahagia sampai akhir hayanya.
Pesan moral kisah legenda rakyat Jepang ini adalah agar kita selalu memiliki niat baik dalam berbakti kepada orang tua. Tidak peduli seberapa sulit hambatan dalam kehidupan, anak-anak yang selalu mendarmakan kehidupannya untuk orang tuanya akan selalu dilindungi Tuhan. Amanat cerita rakyat Jepang ini untuk Anda adalah bahwa orang jujur dan pekerja keras akan mendapatkan kesuksesan di hari tuanya. Segala jerih-payah di masa muda akan membuahkan hasil di hari tua.
Semoga artikel The Jombang Taste mengenai legenda rakyat Jepang ini bisa menambah wawasan Anda. Kisah dongeng anak baik hati dari Jepang ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Sampai jumpa dalam artikel kumpulan kisah dongeng Asia bersama blog The Jombang Taste.
Daftar Pustaka:
Rukingking, Puci. 2008. Kisah-kisah dari Asia. Balai Pustaka: Jakarta.
Tinggalkan Balasan