Mendidik santri merupakan kegiatan jangka panjang yang menguras energi, waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran. Setelah empat tahun lalu program pembinaan tilawatil Quran berjalan terseok-seok dan terhenti di tengah jalan, kali ini saya dan beberapa orang guru TPQ mencoba memulai ulang kegiatan tersebut. Kemarin Selasa, 17 Juli 2018 telah dimulai latihan qiroah perdana untuk para santri putra dan santri putri. Kegiatan pembinaan tilawah ini dimulai pukul empat sore dan dihadiri oleh 30 orang peserta. Para peserta adalah santri dari TPQ Al-Mujahiddin, TPQ Baitur Rokhim dan TPQ Baitur Rohman. Semua TPQ tersebut berlokasi di Dusun Guwo Desa Latsari Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang.
Bapak Mustaman tampil sebagai pemateri utama dalam latihan qiroah ini. Para peserta tampak malu-malu mengikuti acara ini sejak awal. Rupanya mereka belum terbiasa melantunkan qiroah dengan mulut terbuka lebar. Sebagian besar peserta pelatihan belum bisa mengakrabkan diri dengan lingkungan Masjid Baitussalam yang menjadi tempat kegiatan hari itu. Untungnya pemateri mampu mengajar dengan sabar. Latihan Qiroah kemarin memakai awalan Al-Quran Surat An-Naba’ ayat 31 dengan menggunakan irama bayati. Pertemuan selama satu jam itu hanya membaca 3 ayat saja. Para peserta mengaku kesulitan untuk mengikuti irama bayati. Kendati demikian, mereka tampak senang mengikuti kegiatan latihan qiroah ini. Acara berakhir menjelang jam lima sore.
Ini adalah awal yang bagus untuk mencari calon-calon qori’ masa depan di Dusun Guwo. Saya masih ingat betapa tidak mudah membina santri marhalah empat tahun lalu. Saat itu pembinaan qiroah berhasil mencetak seorang qori’ putri yang bersuara khas. Sayangnya, yang bersangkutan mulai menjauhkan diri dari kegiatan keagamaan di desa setelah ia masuk sekolah menengah pertama kelas delapan. Keadaan ini memang sebuah dilema bagi proses berdakwah di desa. Pendidikan agama seringkali dinomorduakan dalam pandangan masyarakat. Sebaliknya, nilai akademis yang tercantum di buku rapor masih menjadi ukuran utama keberhasilan anak sekolah. Kini masyarakat Guwo mulai kena dampak pola pikir yang salah itu. Kenakalan remaja merebak, angka kriminalitas meningkat, dan semakin buruknya kadar sopan-santun dalam perilaku anak.
Latihan qiroah di Masjid Baitussalam kemarin bukanlah sekedar ajang tarik suara berbahasa Arab. Lebih dari itu, kami para pengajar Al-Quran mencoba mengembalikan fitrah anak Islam untuk terus mencintai kitab suci Al-Quran. Proses ini bukanlah langkah mudah saat teknologi smartphone makin marak mengisi aktifitas sehari-hari para santri. Walaupun demikian kami tidak pernah berhenti melangkah untuk membuat program-program inovatif penarik minat anak dalam pembelajaran Al-Quran. Semoga anak-anak itu selalu diberkahi oleh Allah kekuatan, kepandaian dan kesabaran dalam mencintai Al-Quran. Aamiin.
Barokalloh ustadz. Semoga Al-Quran menjadi penolong kita saat datang hari kiamat.
Kegiatan yg sangat positif. Lanjutkan pak!
Barokalloh ustadz…!
Salut utk para pengajar Quran. Semoga Allah meridhoi langkah kita.
Pembinaan seperti ini perlu dilakukan pak. Supaya anak-anak makin cinta Quran.
Salam hormat utk semua pengajar Quran di desa2. Mereka tdk dibayar tp ikhlas berjuang.
Bagus pak masih ada pembinaan quran.
Apakah qiroah disitu ada SPPnya? Bayarnya berapa?
Kegiatan yg sangat bagus untuk dilestarikan. Saat ini anak2 makin jarang mendapat pelatihan qiroah. Semangat utk Ustadz Agus dan kawan2.
Apakah ada tindak lanjut dari pelatihan ini?
Bgmn kelanjutan program ini? Apakah skrg masih jalan?
Apakah skrg acara ini msh berlanjut?
Skrg tersisa berapa anak pesertanya pak?
Barokalloh ustadz…
Semoga jadi anak pintar.