Salah satu biang permasalahan pendidikan membaca dan menulis Al-Quran di Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) adalah terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang berminat menekuni profesi guru mengaji. Pekerjaan guru mengaji tidak menjanjikan kekayaan yang melimpah dari sumber gaji. Pun tidak ada penghargaan materi yang cukup dari masyarakat. Maka sangat sedikit kita jumpai pemuda yang mau mengajar di TPQ. Kalaupun ada generasi muda yang mau mengajar di TPQ, maka kehadirannya kerapkali menghasilkan masalah baru. Merasa memiliki kemampuan mengajarkan Quran dengan baik, pemuda itu lantas masuk ke TPQ dengan membawa semangat perubahan. Dia mengubah metode mengajar yang sudah dilaksanakan bertahun-tahun dan memaksakan menerapkan cara mengajar yang baru ala dia sendiri. Kalau sudah begini, ternyata tambah guru di TPQ malah bertambah satu masalah baru.
Permasalahan metode mengajar di TPQ sebenarnya bukan masalah baru. Setiap terjadi perubahan struktur guru di TPQ pasti akan menghasilkan suasana yang berbeda dalam kelas pembelajaran. Sumber permasalahan itu adalah tidak adanya penerapan standar guru Quran di TPQ. Walaupun sudah ada standarisasi guru Quran, pengajar baru yang berasal dari generasi tua seringkali enggan mengikutinya. Para guru Quran dari usia 50 tahun ke atas merasa sudah cukup wawasan ilmu Qurannya. Mereka tidak mau terlibat dalam usaha meningkatkan kemampuan diri padahal metode membaca Al-Quran terus berkembang menyesuaikan jaman. Saat ini ada banyak buku yang mengajarkan metode membaca Al-Quran selain buku Iqro, misalnya At-Tartil, Tilawati, Qiroati, Yanbua, Qurany, Tartila, dan lain-lain. Setiap lembaga bimbingan membaca Al-Quran mengadakan pendidikan guru pengajar Quran secara intensif di kota-kota tertentu.
Ilmu mendidik anak yang tidak kalah penting adalah psikologi pendidikan. Mengajar anak di TPQ seharusnya disesuaikan dengan perkembangan usianya. Guru jadul yang minim wawasan psikologi pendidikan akan terus memaksakan pengajaran baca-tulis Al-Quran kepada anak usia lima tahun secara klasikal padahal langkah itu tidak tepat. Guru ngaji kekinian hasil pendidikan standarisasi Quran akan menggunakan metode bermain dalam mengajar santri balita di TPQ. Disinilah ilmu pengetahuan dan teknologi memainkan peran dalam menghadirkan suasana menyenangkan di kelas TPQ. Metode yang bisa diterapkan untuk melatih bacaan Quran kepada balita diantaranya flash-card. Cara mengajar ini sangat menyenangkan bagi santri. Ustadz dan ustadzah pun dapat mengeksplorasi kelas dengan lebih gembira dan sedikit rasa stress. Cara-cara ini hanya bisa didapatkan guru TPQ melalui pelatihan guru Quran secara intensif.
Jadi, kita bisa menyimpulkan bahwa secara umum tidak perlu mempermasalahkan ketika ada penduduk sekitar lokasi TPQ yang ingin mengajarkan ilmunya di TPQ. Keadaan tidak ada masalah itu bisa terjadi bila guru baru itu bersedia tunduk dan patuh pada proses standarisasi guru Quran yang diterapkan oleh manajemen TPQ. Tidak perlu meributkan merek buku dan metode mengajar seperti apa yang akan diterapkan. Selama seorang guru Quran bersedia terus belajar, dia akan terus punya cara-cara baru dalam mengajar murid. Rendahkan hati untuk selalu mendengar nasehat orang lain. Tidak ada kebaikan dalam sikap menyombongkan ilmu. Kesediaan untuk menyerap ilmu dan wawasan baru dalam pendidikan Islam merupakan kunci sukses bagi guru dalam berkreasi di bidang pengajaran baca-tulis Al-Quran. Bagaimana dengan pengalaman Anda dalam mengajar santri di TPQ? Apakah TPQ di sekitar rumah Anda mengalami masalah jumlah tenaga pengajarnya?
Tinggalkan Balasan