Harus diakui bahwa saat ini pendidikan karakter di Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kita masih sering menjumpai anak-anak yang berperilaku tidak teratur dan mereka berpotensi membawa masalah, mudah stress dan tidak memiliki sopan santun dalam perilaku. Kekacauan tingkah laku remaja saat ini menjadi bom waktu untuk kehidupan masyarakat di masa mendatang. Hal-hal tersebut disebabkan oleh pendidikan karakter yang gagal dilaksanakan oleh orang tua, guru dan masyarakat. Menurut Novan Ardy Wiyani (2017) dalam buku Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, terdapat tiga penyebab utama mengapa pendidikan karakter di indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.
1. Minim Keterlibatan Orang Tua
Orang tua berkontribusi memberikan pendidikan karakter bagi putra putrinya dalam tingkat yang masih minim padahal hampir 86% waktu anak dihabiskan bersama orang tua di rumah. Hanya 16% waktu anak di sekolah melalui pembelajaran di dalam kelas maupun ekstrakurikuler Gerakan Pramuka. Dan sisanya sebagian besar waktu anak dipakai untuk kegiatan di luar sekolah. Sayangnya kebanyakan orang tua tidak mempedulikan dan tidak memiliki pemahaman yang baik dalam mengisi waktunya bersama anak yang menjadi bagian dari membangun karakter anak. Hal itu tertuang dalam surat kabar Pikiran Rakyat yang terbit pada 18 oktober 2011. Semakin sibuk orang tua untuk mencukupi kebutuhan ekonomi sehingga orang tua memilih menitipkan anak-anak dan diserahkan kepada pembantu atau di tempat penitipan anak. Para orang tua lupa bahwa kunci sukses pendidikan adalah kehadiran orang tua, tidak sekedar memberi uang saku setiap bulan.
2. Miskin Keteladanan
Ketika menginjak remaja, siswa dihadapkan pada lingkungan yang sibuk bekerja, miskin teladan, berkurangnya nilai-nilai keagamaan, masyarakat yang pragmatis, hedonis, tinggi kriminalitas, konsumtif dan acuh tak acuh. Kondisi tersebut sudah ada di depan mata kita dan banyak tindak kejahatan yang dilakukan remaja. Lingkungan kriminal tercipta oleh praktik tidak taat hukum dan regulasi yang tidak tegas sehingga kesadaran masyarakat untuk melaksanakan sangat rendah. Lingkungan yang tidak kondusif bagi pertumbuhan karakter akan semakin runyam ketika di masyarakat miskin keteladanan hukum yang jungkir balik dan tidak ada panutan insan berkarakter dalam kehidupan masyarakat. Para kyai, ulama, tokoh agama dan tokoh masyarakat saling menghujat jelang pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Mereka tak lagi memiliki panutan hidup yang bisa menjadi sandaran saat terdapat masalah aktual di masyarakat.
3. Penegakan Hukum Lemah
Pada fase dewasa ketika nalar kritis mulai berkembang individu dihadapkan pada berbagai sandiwara hukum, kebohongan publik, praktek korupsi kolusi dan nepotisme serta kemunafikan terstruktur sehingga mereduksi rasa percaya pada masyarakat atas hukum. Hal ini terjadi terutama pada birokrat dan pejabat publik. Masyarakat dengan mata telanjang mengamati bagaimana kekacauan hukum dalam kasus mafia pajak, kasus bank century, kasus wisma atlet, kasus berita hoax Ratna Sarumpaet dan sederetan kasus lain yang sering berakhir tanpa kejelasan. Lebih memprihatinkan lagi adalah para pemimpin rakyat yang terpilih dalam pesta demokrasi telah mencederai kepercayaan yang diberikan. Rasa kecewa yang mendalam menyulut hilangnya harapan dan impian masyarakat untuk berkontribusi dalam kehidupan bernegara.
Berbagai fenomena di atas mempersulit pembentukan pengembangan dan pemantapan karakter di sekolah. Meskipun demikian, sekolah tetap dianggap sebagai tempat paling baik dalam mengatasi berbagai persoalan pembentukan karakter anak. Sekolah dipercaya oleh masyarakat untuk mendidik anak-anaknya dan merupakan media yang subur dalam penyampaian karakter anak. Tanggungjawab stakeholder sekolah terhadap karakter anak adalah tanggung jawab dunia akhirat. Sejujurnya sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu membentuk karakter anak. Sayangnya pada beberapa hal sekolah harus menghadapi kenyataan yang tidak mudah dan dilema artis dalam berpotensi mengaborsi karakter siswa.
Kini Anda punya pilihan untuk memberi contoh baik atau malah membiarkan anak-anak terpaparkan lingkungan destruktif. Untuk saat ini Anda tidak perlu meributkan proses penegakan hukum. Biarlah hal itu menjadi fokus pihak yang berwajib dan kita harus berbaik sangka pada proses hukum yang berjalan. Dua hal yang bisa Anda lakukan adalah memberi keteladanan dan hadir menemani masa tumbuh kembang anak-anak. Semoga tulisan ini bisa menjadi inspirasi bagi Anda dalam mendidik putra-putri tercinta.
Tinggalkan Balasan ke Wolfgang Batalkan balasan