Momen paling seru saat kumpul bareng adalah saat makan bersama. Tak terkecuali saat merayakan Idul Fitri bersama warga desa. Usai melaksanakan sholat Idul Fitri di halaman masjid Baitussalam, saya berbaur dengan masyarakat Dusun Guwo untuk bersalaman. Inilah kesempatan meminta maaf selagi bertatap muka. Kesempatan meminta maaf dengan saling bertatap muka makin jarang terjadi karena adanya teknologi. Anak-anak muda jaman sekarang lebih suka meminta maaf melalui pesan WhatsApp daripada ketemuan langsung di rumah.
Usai bermaaf-maafan di aula masjid, semua jamaah masjid berkumpul di serambi masjid sambil membawa makanan sedekah. Menu makanan tersebut bermacam-macam. Mulai dari nasi jagung, nasi kuning, nasi urap-urap, hingga buah-buahan. Ciri khas semua makanan desa adalah bercita rasa. Rasa pedas dihasilkan dari campuran bumbu masak dan cabe dalam jumlah banyak. Asyiknya makan bareng ini seolah jadi simbol kegembiraan usai puasa Ramadhan sebulan penuh.
Setelah makan bersama, warga saling berbagi sisa makanan untuk dibawa pulang. Istilah yang digunakan oleh warga untuk kegiatan membawa pulang nasi kenduri Idul Fitri adalah mberkat. Berkat nasi Idul Fitri memang tidak jauh berbeda dengan menu nasi di rumah, tapi aksi makan bersama di masjid itulah yang menjadi inti muamalah Islamiyah. Bertatap muka, saling bertegur sapa, bercanda bersama, dan berbagi potongan daging ayam diyakini mampu merekatkan hubungan persaudaraan warga.
Kegembiraan masyarakat tidak berhenti sampai disini. Takmir masjid mengumumkan perolehan hasil infaq jamaah sholat Idul Fitri tahun 2017 ini. Total uang kas Masjid Baitussalam bulan ini mencapai Rp40 juta. Tentu jamaah masjid bertanya-tanya uang kas itu akan digunakan untuk apa. Beberapa perlengkapan rencananya akan dibeli, misalnya genset untuk solusi listrik padam. Beberapa jamaah masjid tampak mengusulkan pembelian genset untuk inventaris masjid. Semoga berkah kegiatan Idul Fitri tahun ini bisa membawa kebaikan bagi semua warga.
Tinggalkan Balasan