Bayi Alina Menginjak Tanah

Di sebuah desa yang tersembunyi di lembah, hiduplah sebuah keluarga yang bahagia; Papa Ardan, Mama Dinara, dan Bayi Alina yang baru berusia enam bulan. Keluarga itu tinggal di sebuah pondok kecil yang dikelilingi oleh sawah menghijau dan bukit nan indah. Mereka memiliki peraturan adat yang mengharuskan setiap bayi untuk pertama kali menginjak tanah tepat saat mereka berusia tujuh bulan, dan sebuah upacara akan diadakan untuk merayakannya.

Minggu itu merupakan minggu yang sibuk bagi keluarga ini. Mereka mempersiapkan upacara besar untuk memperingati ketika Alina, putri mereka yang tersayang, akan menginjak tanah untuk pertama kalinya. Menurut kepercayaan mereka, ini adalah momen penting dalam hidup seorang anak dan harus dirayakan dengan penuh semangat.

Sampailah pada hari yang ditunggu-tunggu, keluarga Ardan dan warga desa berkumpul di lapangan desa dengan mulai mendirikan altar khusus. Pohon beringin besar yang ada di tengah lapangan menjadi saksi bagaimana keluarga tersebut, termasuk kerabat, tetangga, dan pemimpin desa, turut serta dalam keseruan persiapan upacara.

Begitu upacara dimulai, suasana menjadi semakin sakral. Seorang tetua desa memulai dengan menaburkan beras dan air yang dikeramatkan di wadah dari kuningan di bawah kaki Alina yang duduk di atas pangkuan Mama Dinara. Mengikuti tradisi, mereka percaya benda-benda ini akan menolak roh-roh jahat dan melindungi Alina dari mara bahaya.

Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba, Bayi Alina dalam gendongan Mama Dinara dengan cermat membawa bayi kecilnya mendekati tanah. Dalam batinnya, Mama Dinara mendoakan agar langkah anaknya selalu diberkahi dan melangkah dalam kebaikan. Kemudian, kata-kata indah yang diucapkan oleh Papa Ardan menjadi pintu gerbang bagi Alina untuk menginjakkan kakinya di tanah lembut desa.

Semua mata warga desa terpaku pada Alina, dan mereka pun menghela nafas dalam-dalam saat ia menginjakkan kakinya yang gempal dan mungil ke tanah. Tepuk tangan gemuruh dan sorak sorai memenuhi udara, diselingi irama musik tradisional yang dimainkan oleh para pemusik desa. Bayi Alina tersenyum lebar sambil melihat kegembiraan di sekelilingnya.

Saat matahari terbenam, perayaan berlanjut hingga larut malam. Warga desa berkumpul, saling berbagi makanan dan cerita, serta menari bersama mengikuti alunan musik yang merdu. Momen indah ini adalah cara mereka mengekspresikan rasa syukur dan kebahagiaan atas keberkahan yang diterima keluarga Ardan dan Alina.

Upacara “Bayi Pertama Kali Menginjak Tanah” berakhir dengan penuh makna dan sukacita. Hari itu bukan hanya menjadi penting bagi Bayi Alina yang telah melangkah pada jalan sejati, tetapi juga menjadi kenangan indah bagi keluarga Ardan dan seluruh warga desa yang selalu menjaga nilai-nilai tradisi dan kebersamaan.

Dan seperti yang diharapkan, Alina tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas, penuh semangat, dan memiliki hati yang baik. Kebahagiaan dan keberuntungan selalu menyertai langkah-langkahnya dalam menjelajahi dunia yang luas. Mereka merasa bangga, dan tanpa mereka sadari bahwa semua ini berawal dari jejak pertama yang Alina tinggalkan di tanah desa mereka.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *