Kehidupan Kota Mudhun Lemah yang Ribet

Di suatu kota yang bernama Mudhun Lemah, semua orang hidup saling membantu dan harmonis. Suka duka dikala rasa-rasanya semua dijalani bersama warga kota yang ramah dan bersahaja itu. Namun, ada satu hal yang sedikit berbeda dan unik di kota Mudhun Lemah. Apa itu? Ya, semua proses dalam kehidupan warga Mudhun Lemah dilakukan dengan cara ribet!

Setiap pagi, Pak Berong, penjual sayur keliling, akan berkeliling kota. Dia tidak hanya berjualan sayur, tetapi juga memiliki ritual yang sangat rumit untuk menjual sayur-sayurannya. Pertama, dia harus mencaplok setiap sayur dengan cara bergantian antara tangan kanan dan kiri. Kemudian, dia akan menggoyangkan sayurnya tiga kali sebelum meletakkannya kembali. Mempertimbangkan jumlah sayur yang dijajakannya, bisa dibayangkan betapa lama dan rumit prosesnya ini.

Di sisi lain, Pak Bandi, kepala sekolah yang rendah hati selalu memulai hari dengan menjawab pertanyaan dari murid-muridnya dengan kalimat yang berbelit-belit. Pak Bandi sangat menikmati ribetnya metode ini. Anak-anak pun, seolah terhipnotis dengan kalimat berbelit belit yang diucapkan Pak Bandi ini.

Lain hal dengan Bu Nini, seorang pengrajin tempe. Ia membuat tempe dengan cara yang sangat rumit dan memakan waktu. Proses fermentasi tempe, yang biasanya hanya memerlukan waktu sekitar 24-48 jam, berlangsung hingga 7 hari. Tetapi, untungnya hasil akhirnya adalah tempe yang sangat lezat dan pastinya ikon Mudhun Lemah.

Suatu hari, ada beberapa orang yang ingin mengadu nasib di Mudhun Lemah. Mereka merasa bingung dengan segala proses yang terkesan rumit itu. Tetapi, rasa ingin tahu akhirnya membuat mereka mencoba untuk beradaptasi dan mengerti alasan di balik kenapa segala yang dijalani oleh warga Mudhun Lemah sangat ribet. Ternyata, ritual ribet yang ada di Mudhun Lemah merupakan balutan yang sangat unik dans emakin menguatkan jalinan solidaritas para warga.

Warga luar segera sadar bahwa, sekalipun begitu rumit, semua proses itu membuat orang-orang Mudhun Lemah lebih saling menghargai dan memperlambat irama kehidupan. Mereka pun mulai mengikuti ritual dan proses ribet tersebut, mulai dari memasak, bersosialisasi, hingga menjalani rutinitas sehari-hari.

Seiring waktu, para pendatang pun berhasil bergabung dengan komunitas Mudhun Lemah. Mereka merasa hidup mereka menjadi lebih bakna dan bahagia. Walaupun penuh dengan proses yang ribet, para warga Mudhun Lemah menilai kehidupan mereka yang lamban dan penuh dengan kebersamaan itu telah menjadi magnet kebahagiaan yang menular, dan berhasil membawa kedamaian bagi semua warga yang tinggal di kota kecil ini.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *