Cerita Rakyat Sulawesi Selatan: Dongeng Putri Tandampalik dari Kerajaan Luwu

Cerita Rakyat Sulawesi Selatan: Dongeng Putri Tandampalik dari Kerajaan Luwu
Cerita Rakyat Sulawesi Selatan: Dongeng Putri Tandampalik dari Kerajaan Luwu

Apa kabar kawan-kawan blogger Jombang? Indonesia memiliki kumpulan cerita rakyat Nusantara yang sudah terkenal ke mancanegara. Diantara cerita tersebut adalah Dongeng Suri Ikun dari Provinsi NTT dan Legenda Batu Golog dari NTB. Blog The Jombang Taste kembali menghadirkan kumpulan cerita rakyat Nusantara. Kali ini ada cerita rakyat Sulawesi Selatan yang berjudul cerita dongeng Putri Tandampalik dari Kerajaan Luwu. Selamat membaca.

Pada jaman dahulu di Sulawesi Selatan berdirilah sebuah kerajaan bernama Kerajaan Luwu. Kerajaan Luwu dipimpin oleh seorang raja bernama La Busatana Datu Maongge dan sering dipanggil Datu Luwu. Datu Luwu memimpin rakyatnya dengan arif-bijaksana dan gagah berani. Rakyat di negeri itu hidup makmur dan damai berkat kepemimpinan Datu Luwu. Jika ada permasalahan dihadapi rakyatnya, ia tidak segan membantu mengatasinya.

Datu Luwu memiliki seorang putri yang berwajah cantik dan ramah terhadap penduduk yang menyapanya. Puteri Datu Luwu bernama Putri Tandampalik. Kecantikan wajah dan budi pekerti Putri Tandampalik membuatnya dikenal hingga ke pelosok negeri. Setiap pemuda di negeri itu berharap dapat memperistri Putri Tandampalik. Putri Tandampalik adalah gadis idaman setiap perjaka.

Kerajaan Bone Datang Meminang

Kabar pesona Putri Tandampalik pun terdengar sampat ke telinga Raja Bone. Raja Bone memiliki seorang putra yang gagah dan tampan. Meskipun menjadi seorang putra mahkota, pangeran dari Kerajaan Bone tutur katanya baik dan sopan. Raja Bone bermaksud meminang Putri Tandampalik untuk menjadi istri putranya. Raja Bone mengutus rombongan perwira menuju Kerajaan Luwu.

Mendengar kabar akan datang utusan dari Kerajaan Bone untuk meminang putrinya, Datu Luwu sangat bingung. Setiap hari, ia gelisah memikirkan pinangan itu. Menurut adat Kerajaan Luwu, seorang putri dari Luwu tidak boleh menikah dengan lelaki di luar sukunya. Akan tetapi, jika ia menolak pinangan dari Raja Bone pasti akan terjadi peperangan dahsyat. Dan ia membenci peperangan. Baginya, perang hanya akan mendatangkan kesengsaraan bagi rakyatnya.

“Baiklah. Aku akan menerima pinangan dari Raja Bone. Aku tahu ini akan menyalahi hukum adat. Namun biar aku saja yang dikutuk oleh Dewa asalkan rakyatku tidak menderita,” ucap Raja Luwu dalam hati. Ia bersikukuh akan menerima apapun resiko yang akan dihadapi.

Beberapa hari kemudian, utusan dari Kerajaan Bone datang meminang Putri Tandampalik. Mereka datang dengan sangat sopan dan ramah. Tidak ada rombongan prajurit yang datang ataupun armada perang di pelabuhan seperti yang diperkirakan sebelumnya. Hanya ada beberapa orang yang membawa pesan dari Raja Bone bahwa ia ingin menikahkan putranya dengan Putri Tandampalik.

Datu Luwu menyambut utusan Kerajaan Bone dengan ramah. Setelah mereka mengutarakan maksud kedatangan untuk meminang Putri Tandampalik, Datu Luwu tidak langsung menjawab pinangan itu. Utusan Raja Bone memahami hukum adat yang berlaku di Kerajaan Luwu bahwa putri raja tidak diperbolehkan menikah dengan pria dari luar Luwu. Mereka akhirnya kembali ke Bone.

Keputusan Datu Luwu untuk tidak menolak pinangan Raja Bone menyebabkan munculnya kejadian aneh. Sungguh tidak bisa diduga sebelumnya akan menjadi seperti ini. Keesokan hari, Putri Tandampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental menjijikkan yang berbau anyir hingga tidak ada satu pun orang yang mau mendekatinya. Para Tabib istana juga tidak sanggup menyembuhkan penyakit aneh yang diderita Putri Tandampalik.

Putri Tandampalik Diasingkan

Semakin hari penyakit Putri Tandampalik semakin parah. Jika tidak segera diasingkan, rakyat Luwu pasti akan tertular penyakit. Datu Luwu kesal dibuatnya. Ia sedih dengan penyakit yang diderita putri kesayangannya itu. Ia berpikir keras. Apakah penyakit ini adalah hukuman dari para dewa karena ia telah melanggar aturan adat Kerajaan Luwu. Jika memang ini adalah hukuman dari dewa, ia ikhlas menerimanya. Demikian juga Putri Tandampalik pun rela menjalani.

Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Datu Luwu mendapatkan cara agar rakyatnya tidak tertular penyakit putrinya. Putri Tandampalik harus diasingkan keluar dari Negeri Luwu. Hanya itu cara yang tepat, walau berat dan hancur rasanya hati Datu Luwu melepas putrinya.

“Putriku, aku harus mengasingkan dirimu agar rakyat tidak tertular,” ujar Datu Luwu kepada putrinya.

“Baiklah, ayah. Saya terima kenyataan ini. Saya pun tidak ingin rakyat menderita akibat penyakit saya,” jawab Putri Tandampalik dengan sedih.

Keesokan harinya Putri Tandampalik beranjak pergi ke tempat pengasingan didampingi oleh pengikut setianya. Sebelum pergi, Datu Lawu memberikan sebilah keris pusaka kepada Putri Tandampalik. Keris itu sebagai tanda pengenal dirinya masih menjadi anggota keluarga Kerajaan Luwu.

Putri Tandampalik dan pengikutnya berlayar di lautan selama berbulan-bulan. Hingga tibalah mereka di sebuah pulau yang subur dan berhawa sejuk. Lalu, mereka menepi. Putri Tandampalik menjejakkan kaki ke pulau kecil itu. Ia merasa nyaman berada disana. Rombongan dari Kerajaan Luwu itu pun bergegas memasuki bagian dalam pulau yang masih berupa hutan lebat.

Di pulau itulah seorang pengikut Putri Tandampalik menemukan buah wajo. Akhirnya, daerah tersebut diberi nama Wajo. Di sana mereka membuat gubuk-gubuk kecil sebagai tempat tinggal. Mereka juga mulai bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tak berapa lama kemudian, daerah Wajo telah menjadi wilayah perkebunan yang subur berkat mereka tanami.

Dijilati Kerbau Penyembuh Penyakit

Pada suatu hari, udara di Wajo terasa sangat panas sehingga Putri Tandampalik memutuskan beristirahat di pinggir danau. Saat tengah asyik duduk santai, Putri Tandampalik melihat seekor kerbau berwarna putih. Ia mengira kerbau itu akan memakan tanaman sayuran yang berada tidak jauh dari tempat itu sehingga kerbau itu ia usir.

“Pergi kau dari sini! Jangan rusak tanamanku!” teriak Putri Tandampalik.

Namun semakin diusir, kerbau itu semakin mendekat ke arah Putri Tandampalik. Putri Tandampalik mundur sejengkal. Namun ia terlambat. Kerbau itu menerjang Putri Tandampalik.

“Tolong…!” Putri Tandampalik berteriak meminta pertolongan.

Sesaat kemudian tidak terdengar suara. Putri Tandampalik pingsan karena terjatuh ke tanah. Terjangan kerbau putih itu terlalu kuat untuk ia lawan. Ketika Putri Tandampalik siuman, ia kaget bukan kepalang. Putri Tandampalik melihat dengan jelas di hadapannya kerbau itu menjilati seluruh permukaan tubuhnya yang sudah mulai membusuk.

Setelah berulang kali dijilati oleh si kerbau bule, penyakit di tubuh Putri Tandampalik berangsur-angsur sembuh dan mengering sehingga tidak meninggalkan bekas sama sekali. Putri Tandampalik sangat senang karena tubuhnya sehat kembali. Begitu juga dengan para pengawalnya ikut berbahagia atas kesembuhan putri mereka.

Atas jasanya mampu menyembuhkan penyakit itulah maka kerbau bule kemudian dikeramatkan dan tidak boleh disembelih di Wajo dan Luwu. Putri Tandampalik merasa berhutang budi atas kebaikan kerbau putih itu. Putri Tandampalik lalu mengadakan upacara adat sebagai tanda bersyukur atas kesembuhan dirinya.

Beberapa hari setelah kesembuhannya, pada suatu malam Putri Tandampalik bermimpi didatangi seorang pemuda tampan. Pemuda itu berkata bahwa dirinya adalah jodoh Putri Tandampalik. Putri Tandampalik terjaga tidurnya. Ia mengira bahwa mimpi itu adalah pertanda yang baik untuknya. Ia berharap pemuda itu akan datang menjemput dirinya yang sedang berada dalam pengasingan.

Pangeran Bone Tersesat di Hutan

Sementara itu, pada saat Putri Tandampalik menjalani pengasingan, putra mahkota Kerajaan Bone sedang asyik berburu. Ia berburu dengan ditemani oleh para pengawal dan panglima Kerajaan Bone yang bernama Anre Guru Pakanranyeng. Karena terlalu asyik berburu, putra mahkota terpisah dari rombongannya. Ia tidak tahu dimana para pengawalnya berada. Maka ia terus berjalan di dalam hutan dan menyeberangi sungai.

Hari sudah semakin larut, akhirnya malam itu pangeran dari Kerajaan Bone harus bermalam di dalam hutan. Ia tidak tahu dimana dirinnya berada. Namun karena kelelahan, ia memutuskan untuk beristirahat. Putra mahkota itu mencoba memejamkan matanya, tetapi suara-suara hewan malam sulit membuatnya tertidur. Di kejauhan, putra mahkota melihat seberkas cahaya dari sebuah perkampungan. Ia bergegas berjalan menuju ke sumber cahaya itu.

Sesampainya di perkampungan tersebut, hari sudah sangat larut. Ia haus dan lapar karena seharian ini mencari jalan keluar hutan. Maka ia memberanikan diri untuk memasuki sebuah gubuk yang terlihat kosong. Baru beberapa langkah ia memasuki gubuk itu, ia terkejut ketika melihat seorang gadis cantik sedang memasak air. Gadis cantik itu adalah Putri Tandampalik yang sedang membuat minuman teh.

“Betapa cantiknya gadis ini? Siapa gerangan dia sebenamya?” pikir sang putra mahkota.

Selama beberapa detik ia terpesona kecantikan Putri Tandampalik. Ia hanya terpaku di sudut gubuk sambil memandang wajah cantik Putri Tandampalik.

Merasa ada yang mengawasi, Putri Tandampalik menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya Putri Tandampalik melihat seorang pemuda yang berwajah sama seperti di mimpinya waktu itu. Akhirnya mereka berdua berkenalan.

“Siapakah engkau? Mengapa engkau masuk kemari?” tanya Putri Tandampalik kepada pemuda di hadapannya.

“Aku adalah Pangeran Kerajaan Bone. Maaf jika kehadiranku disini mengusik dirimu. Aku tersesat di hutan ini dan menemukan gubukmu.” Pemuda itu menjawab dengan tenang.

Menyaksikan tutur kata pangeran yang lembut dan sopan membuat Putri Tandampalik kagum dan tertarik. Begitupun dengan kecantikan dan kelembutan Putri Tandampalik membuat putra mahkota jatuh hati.

“Siapakah namamu, putri?” tanya Pangeran Bone.

“Aku adalah Putri Tandampalik.” Jawab Putri Tandampalik.

“Jadi, engkaulah putri dari Kerajaan Luwu yang selama ini aku cari. Mengapa engkau tinggal mengasingkan diri disini?” Pangeran Bone tak henti bertanya.

Putri Tandampalik kemudian menceritakan awal mula ayahnya menerima pinangan dari Raja Bone hingga dirinya mengidap penyakit menular dan terpaksa harus diasingkan di tengah hutan. Rupanya Tuhan berkehendak lain. Justru saat tertimpa musibah itulah Putri Tandampalik menemukan sang pangeran. Keduanya kemudian saling jatuh cinta dan berniat melangsungkan pernikahan sesuai rencana awal.

Akhir Bahagia Putri Tandampalik

Pada pagi harinya, Panglima Perang Kerajaan Bone, Anre Guru Pakanranyeng, beserta para pengawal putra mahkota yang merasa kehilangan tuannya, sangat lega bisa menemukan putra mahkota di desa itu di gubuk Putri Tandampalik. Putri Tandampalik menyambut kedatangan mereka dengan senang. Meski mereka berdua sudah saling suka, namun kebersamaan mereka tidak bisa segera berlangsung lama. Putra mahkota Kerajaan Bone harus kembali menuju kerajaannya.

Sejak berpisah dengan Putri Tandampalik, hati pangeran menjadi gundah. Ia sangat merindukan kehadiran Putri Tandampalik. Ingin rasanya dirinya tinggal di Desa Wajo dan hidup bersama dengan Putri Tandampalik. Setiap desah nafas sang pangeran menyuarakan rasa rindu yang tidak tertahankan. Setiap wanita yang berlalu di hadapannya tampak sebagai sosok Putri Tandampalik yang mencuri hatinya.

Panglima Anre Guru Pakanyareng yang memperhatikan gelagat putra mahkota tidak seperti biasanya kemudian menceritakan kejadian di Desa Wajo kepada Raja Bone. Raja Bone tersenyum mendengar cerita sang panglima. Raja Bone setuju untuk menikahkan pangeran dengan Putri Tandampalik. Sang Raja lalu mengirim utusan ke Desa Wajo untuk meminang Putri Tandampalik sekali lagi. Ia berharap pinangan yang kedua ini akan mendapatkan jawaban selekasnya.

Beberapa orang utusan pergi ke gubuk Putri Tandampalik. Setibanya utusan tersebut ke gubuk Putri Tandampalik, pinangan itu tidak segera dijawab. Putri Tandampalik hanya menyerahkan sebilah keris pusaka Kerajaan Lawu pemberian ayahandanya kepada utusan tersebut. Putri Tandampalik berpesan agar keris itu dibawa ke Kerajaan Luwu. Jika keris itu diterirna dengan baik oleh Datu Luwu maka ia akan menerima pinangan dari Kerajaan Bone.

Mengetahui persyaratan tersebut, putra mahkota Kerajaan Bone segera menuju ke Kerajaan Luwu. Ia pergi sendiri tanpa dikawal oleh seorang prajurit dengan membawa keris pusaka milik Putri Tandampalik. Dengan semangat menggapai cintanya, ia menempuh perjalanan yang cukup jauh selama beberapa hari. Setibanya di Kerajaan Luwu, di depan Datu Luwu ia menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik.

Setelah itu, putra mahkota Kerajaan Bone menyerahkan keris pusaka yang dititipkan oleh Putri Tandampalik kepada Datu Luwu. Datu Luwu dan permaisuri sangat bahagia mendengar kabar tersebut. Datu Luwu menerima keris itu dengan senang hati. Mereka bahagia karena hal itu berarti Putri Tandampalik masih hidup dan dalam keadaan sehat. Datu Luwu segera merencanakan perjalanan menjemput kembali putrinya yang lama hidup di pengasingan.

Keesokan harinya Datu Luwu dan permaisuri bersama beberapa pengawal istana beranjak menuju ke Desa Wajo. Ternyata perjalanan menuju Wajo tidak mudah. Ia harus melalui banyak sungai, hutan dan lautan yang luas. Ia tidak bisa membayangkan betapa sengsaranya Putri Tandampalik ketika dulu melewati jalan ini. Dan betapa bahagianya mereka ketika bertemu dengan putri tercintanya yang sudah terpisah dalam waktu yang cukup lama.

“Maafkan ayahanda, Nak. Ayahmu yang jahat ini telah mengasingkanmu dalam waktu yang cukup lama,” ucap Datu Lawu seraya merangkul Putri Tandampalik.

Isak tangis pecah seketika saat kedua orang tua itu bertemu putri kesayangannya. Mereka saling memandang satu sama lain dengan mata berkaca-kaca.

“Tidak ada yang perlu dimaafkan, Ayah. Ayah tidak bersalah. Saya malah bahagia karena dapat menyelamatkan rakyat Luwu dari bahaya penyakit menular,” jawab Putri Tandampalik dengan menahan tangis.

Dan pada keesokan harinya digelar pesta pernikahan Putri Tandampalik dengan Putra Mahkota Kerajaan Bone di Desa Wajo. Desa Wajo telah menjadi tempat bersejarah bagi bersatunya dua hati yang lama terpisah. Putri Tandampalik dan Pangeran Bone tampak bahagia duduk bersanding di atas pelaminan. Jika memang sudah ditakdirkan menjadi jodoh, tidak ada yang dapat memisahkan pasangan kekasih. Mereka pun akhirnya hidup bahagia hingga hari tua.

Cerita legenda Putri Tandampalik dari Sulawesi Selatan ini memiliki amanat cerita mengenai pentingnya kesabaran dan keikhlasan dalam berkorban. Sikap Putri Tandampalik yang tabah menghadapi musibah dan pengorbanannya yang besar membuat Putri Tandampalik semakin dihargai dan dihormati semua orang. Keteguhan hati Putri Tandampalik dalam melaksanakan perintah orang tua merupakan tindakan berbakti yang terpuji.

Semoga cerita rakyat Sulawesi Selatan mengenai kisah legenda Putri Tandampalik dan Pangeran Bone ini bisa memberi inspirasi bagi Anda. Sampai jumpa dalam artikel cerita rakyat Nusantara di blog The Jombang Taste berikutnya.

Daftar Pustaka:

Rahimsyah, MB. 2007. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara Lengkap dari 33 Provinsi. Bintang Usaha Jaya, Surabaya.


Comments

4 tanggapan untuk “Cerita Rakyat Sulawesi Selatan: Dongeng Putri Tandampalik dari Kerajaan Luwu”

  1. […] pembaca The Jombang Taste se-Indonesia? Pada artikel sebelumnya kita sudah mengulas cerita Legenda Putri Tandampalik dari Sulawesi Selatan dan kisah dongeng Suri Ikun dari Provinsi NTT. Berikut ini cerita legenda si […]

  2. Avatar Idham Dahlan
    Idham Dahlan

    orang sabar urusannya bakal lancar. nggak apa-apa dijauhin orang sebentar asal nanti bahagia di kemudian hari.

  3. Avatar Daeng Yadi
    Daeng Yadi

    Sekalipun terasa berat untuk dijalani, kesabaran akan berbuah manis.

  4. Cerita yg bagus kak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *