Sembilan tahun silam penulis sering membahas topik personal branding di blog ini. Pembahasan kala itu masih berkisah tentang bisnis online. Personal branding secara sederhana bermakna cara pandang orang lain terhadap diri kita di suatu bidang keahlian tertentu. Saat ini penulis memfokuskan diri dalam motivasi pendidikan. Maka pembahasan kali ini adalah seputar personal branding guru.
Apakah guru masih memiliki personal branding di mata siswa, wali murid dan masyarakat? Personal branding itu masih ada dan akan tetap ada. Hanya saja saat ini terjadi pergeseran makna personal branding guru. Guru bukan lagi dianggap murid sebagai makhluk setengah dewa. Sebaliknya, branding guru mengalami peyorasi tak ubahnya profesi lain di masyarakat.
Contoh sederhana distorsi personal branding guru telah penulis alami sendiri. Dua puluh tahun lalu, guru adalah pekerjaan mulia di mata masyarakat pedesaan. Murid mengucap salam setiap kali murid berpapasan dengan guru. Saat ini terjadi hal yang berbeda. Tidak ada salam yang terucap dari mulut siswa.
Siswa pun lantas memandang guru tak ubahnya pekerjaan umum di masyarakat seperti karyawan bank, buruh pabrik, petani padi, dan lain-lain. Tidak sedikitpun ada tanda penghormatan khusus kepada guru dan profesi pendidik lainnya.
Lunturnya pesona profesi guru di mata anak-anak tidaklah terjadi dalam waktu singkat. Semua pihak turut memberi kontribusi bagi terciptanya image guru di benak siswa. Alangkah bijaknya bila perubahan itu dimulai dari pribadi guru sendiri. Orang bijak berkata bahwa orang lain adalah cerminan karakter diri kita. Jika kita diperlakukan lingkungan secara baik, itulah personal branding Anda.
Sebaliknya, jika orang-orang di sekitar Anda memperlakukan Anda tidak secara baik, maka Anda patut waspada. Segera lakukan introspeksi diri. Hal ini berlaku pula bagi guru dan beragam jenis profesi pendidik lainnya. Semoga artikel ini bisa memberi inspirasi bagi setiap guru agar lebih bijak berpikir, berkata dan berperilaku di tengah kehidupan masyarakat.
Tinggalkan Balasan