Saya menjalani hari-hari yang melelahkan selama sebulan terakhir ini. Ada banyak tuntutan acara yang memaksa saya untuk selalu waspada. Salah satu pusat pikiran saya mengenai akreditasi sekolah. Ada banyak tugas yang menuntut untuk diselesaikan demi akreditasi sekolah. Saya mendapat tugas melengkapi bidang sarana dan prasarana. Ini tugas berat karena penilaian sarpras menurut pengamatan assesor, bukan sekedar dokumentasi tertulis yang bisa dicetak dalam hitungan jam. Saya perlu waktu untuk menata sejumlah perlengkapan agar tetap rapi dan tidak dirusak oleh para siswa.
Saya amati sejumlah sekolah yang bersiap menuju akreditasi sekolah banyak yang melakukan perubahan. Suka atau tidak suka, perubahan itu harus dilakukan. Namun yang saya sayangkan, manajemen yang diterapkan berdasarkan obrakan. Guru-guru mau bergerak kalau sudah dipaksa. Gerakan perubahan yang mendadak ini umumnya dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Anda bisa bayangkan betapa stressnya pikiran para guru untuk memenuhi delapan standar pendidikan yang diberikan oleh BAN S/M. Mereka umumnya terbagi menjadi beberapa tim yang bersiap menyelesaikan tuntutan standar dari nomor satu sampai nomor delapan. Pikiran stress timbul karena mereka tidak terbiasa hidup rapi dan sukanya instan.
Jangan lupakan fakta bahwa tugas utama guru adalah mengajar murid. Kegiatan akreditasi sekolah telah menyita sebagian waktu siswa untuk mendapatkan layanan pendidikan. Hal ini merupakan dampak dari kebijakan instansi yang berwenang untuk mengutamakan nilai akreditasi ketimbang memberikan pelayanan pendidikan secara optimal kepada murid. Hal ini terutama dilakukan oleh sekolah-sekolah swasta yang membutuhkan nilai akreditasi untuk dapat menarik minat calon orang tua siswa baru. Rekayasa administrasi menjadi hal yang tak terhindarkan. Apalagi rekayasa bangunan sekolah, sudah tidak terhitung berapa uang yang dikeluarkan secara mendadak dalam persiapan akreditasi sekolah ini.
Tujuan utama pendidikan seharusnya berorientasi pada siswa. Delapan standar pendidikan yang diberikan pemerintah memang bagus dan bisa meningkatkan kemajuan pendidikan Indonesia. Hanya saja pelaksanaannya tidak semudah teori yang kita baca di buku. Para pendidik kerapkali mengerjakan administrasi seadanya saat mengajar dan kalau diminta melengkapi maka dilakukan dalam waktu semalam suntuk. Kejar target dalam waktu singkat memang bisa dilakukan oleh para orang pintar dan akademisi. Namun jangan tanya soal kualitas hasil pekerjaan. Kalau tidak salah ketik, biasanya berkas tersebut lupa belum diberi tanda tangan oleh pimpinan lembaga.
Ada baiknya akreditasi dan supervisi tidak dilakukan lima tahun sekali, paling tidak supervisi dilakukan secara rutin setiap tahun oleh pengawas sekolah dan pengawas guru. Semakin cepat pola waktu akreditasi makin sering perubahan dilakukan oleh para guru. Hal ini bisa meningkatkan kesadaran guru untuk selalu giat melengkapi berkas administrasi. Harapannya adalah guru selalu bersemangat dalam mengajar dan menciptakan inovasi pembelajaran. Bagaimana dengan pengalaman Anda mengikuti akreditasi sekolah? Apakah Anda juga melakukan aksi kejar-kejaran dengan waktu agar bisa melengkapi administasi pembelajaran?
Tinggalkan Balasan