Kertanegara, Raja Terakhir Singosari yang Berperang Melawan Jayakatwang dan Kubilai Khan

Asal-usul Reog Kendang Tulungagung dari Legenda Dewi Kilisuci, Mahesasura dan Jatasura
Asal-usul Reog Kendang Tulungagung dari Legenda Dewi Kilisuci, Mahesasura dan Jatasura

Raja yang terkenal dari Kediri ialah Jayabaya. Setelah Jayabaya mangkat, kemudian muncullah seorang bernama Ken Arok. Ia bukan keturunan raja. Ken Arok mula-mula membunuh bupati Tumapel, Tunggul Ametung. Ia lalu mengawini Ken Dedes, isteri Tunggul Ametung. Pada tahun 1222, Ken Arok menggulingkan kekuasaan Kediri. Ken Arok lalu mendirikan negara Singasari. Negara ini tidak pernah tenang. Ken Arok sendiri mati terbunuh.

Raja Singosari yang terakhir bernama Kertanegara. Ia memerintah dari tahun 1268-1292. Kertanegara adalah raja yang kuat. Ia bercita-cita tinggi. Ia gemar mempelajari sejarah leluhurnya. Kertanegara kagum pada Dharmawangsa dan Airlangga. Mereka selalu berjuang untuk persatuan. Ia ingin pula menyatukan Nusantara di bawah kekuasannya. Pada jaman kepemimpinan Kertanegara terjadi hal-hal yang besar dan dahsyat.

Di sebelah utara Kepulauan Nusantara ada sebuah negara besar. Namanya negeri Cina. Sejak dahulu Indonesia sudah berhubungan dengan negeri itu. Terutama dalam perdagangan. Rempah-rempah Nusantara banyak dibeli oleh saudagar-saudagar Cina. Sebaliknya penduduk Nusantara membeli barang-barang pecah belah dan kain-kain dari mereka.

Hubungan itu berjalan baik dan damai. Tetapi pada jaman Kertanegara, di negeri Cina memerintah seorang raja bernama Kubilai Khan. Raja ini bernafsu untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Kamboja dan Vietnam sudah tunduk semua kepadanya. Namun demikian Kubilai Khan belum puas. Ia sekarang melirikkan matanya ke kerajaan-kerajaan di Kepulauan Nusantara.

Ancaman Kubilai Khan

“Kirim utusan ke Singasari. Raja Kertanegara harus tunduk kepada negeri Cina dan membayar upeti kemari”, demikian perintah Kubilai Khan kepada duta-duta Cina.

Duta-duta itupun segera berangkat. Pada tahun 1280 mereka sampai di Kerajaan Singasari. Mereka diterima Kertanegara dengan baik-baik.

“Dan apa kehendak tuan-tuan, maka jauh-jauh tuan-tuan datang ke negeri kami?”, tanya Kertanegara dengan sopan.

“Kami diutus raja kami, Kubilai Khan, untuk menyampaikan amanat pada Paduka, bahwa Kerajaan Singosari ini termasuk daerah-daerah bayangan negeri Cina dan hendaknya membayar upeti kepada raja kami!”, jawab duta-duta itu.

“Sulit untuk mempercayai kesimpulan-kesimpulan yang telah tuan ambil mengenai negeri kami. Katakanlah kepada raja Tuan, bahwa negeri kami sama sekali bebas. Kami akan bersahabat dan berdagang dengan negeri manapun di dunia. Tetapi kami tidak bisa membayar upeti kepada siapapun juga!”, jawab Kertanegara dengan tegas.

Utusan-utusan itu lalu pulang ke negerinya. Tetapi Kubilai Khan tidak mau menerima. Tahun berikutnya dikirim lagi duta-duta itu namun Kertanegara tetap menolak dengan halus.

Utusan Kubilai Khan menghadap Kertanegara. Sesudah itu, lama duta-duta Cina tidak datang lagi. Tetapi Kertanegara tidak tinggal diam. Ia mengetahui benar, duta-duta Cina itu pasti akan datang lagi. Dan pasti mereka itu tidak mudah untuk ditolak. Duta-duta itu tentu akan datang bersama kapal-kapal. Mereka pasti membawa prajurit bersenjata lengkap, Kertanegara harus cepat bertindak.

Pada suatu hari Kertanegara berbicara di hadapan Dewan Menteri. “Hai para menteri, ketahuilah, raja Kubilai Khan itu pasti ukan mengirimkan armadanya ke negeri kita untuk memaksakan kehendaknya. Kita harus menyusun kekuatan. Sudah tentu akan berat bagi Singasari bilamana harus melawan Kubilai Khan sendirian. Tetapi dengan persatuan antara negara-negara di Nusantara, kita akan cukup kuat menghadapinya”.

Dengan segera diadakan persiapan-persiapan. Utusan-utusan dikirim ke Madura, Bali, Sunda, Sukadana, Pahang dan Sumatera. Di daerah-daerah itu dibangun pangkalan-pangkalan militer. Kapal-kapal dibuat banyak-banyak. Prajurit-prajurit dilatih dengan giat.

Beberapa tahun kemudian persiapan sudah matang. Jalan masuk melalui lautan ke tanah Nusantara sudah terjaga. Di Selat Malaka terdapat pangkalan-pangkalan. Demikian pula di tepi Laut Cina Selatan. Di Sukadana dan Pahang terdapat pangkalan-pangkalan militer. Laut Jawa, Selat Madura dan Selat Bali juga sudah semuanya dijaga dengan kapal-kapal dan pasukan. Pertahanan sudah siap.

Pemikiran Kertanegara itu benar! Pada tahun 1289 duta-duta Kubilai Khan datang lagi memaksa agar Kertanegara membayar upeti ke duta-duta Cina. Kertanegara tidak banyak bicara. Dengan tegas ditolak utusan Kubilai Khan dan disuruh pulang.

Bukan main marahnya Kubilai Khan mendapat kabar penolakan itu.

“Kirim kapal-kapal kita ke Singasari dan hukum Kertanegara!”, demikian Kubilai Khan memberi perintah. Pada hari itu juga berangkatlah rombongan kapal-kapal Cina. Kapal-kapal itu berlayar menuju Singasari. Mereka hendak menyerang dan menghukum Kertanegara. Kertanegara mengetahui benar Kubilai Khan akan datang.

“Lebih baik berperang di luar pagar dari pada di dalam rumah sendiri,” ujar Kertanegara.

Pada tahun 1292 Kertanegara mengirimkan armada lengkap dari pelabuhan Tuban. Armada itu akan menghalau kapal-kapal Kubilai Khan. Tetapi aneh sekali, kedua armada itu tidak bertemu di tengah jalan. Sernentara itu terjadi hal-hal yang luar biasa di dalarn negeri Singasari.

Perlawanan Jayakatwang

Masih ingatkah kamu akan negara Kediri yang dikalahkan Ken Arok dulu? Pada jaman Kertanegera berkuasa, Kediri sudah bukan kerajaan lagi. Kediri sudah menjadi sebuah kabupaten yang kecil saja, Bupatinya bernama Jayakatwang. Ia memperhatikan gerak-gerik Kertanegara. Ia ingin berkuasa kembali.

Jayakatwang berkata pada teman-temannya. “Perhatikan gerak-gerik Kertanegara. Ia ingin berkuasa kembali,” Jayakatwang berkata pada teman-temannya.

“Sekarang sudah tiba saatnya untuk merebut kekuasaan. Kertanegara sedang sibuk menghadapi serangan Kubilai Khan. Lihatlah, ibukota Singasari sudah pasti kosong, tiada cukup penjaganya. Bukankah pasukan-pasukan berada di luar semua? Baiklah kita cari hari dan saat yang tepat untuk menyerang keraton!”

Dan saat yang tepat itu memang tiba. Ketika itu Kertanegara sedang berpesta di keraton. Ia tidak menduga akan terjadi pemberontakan. Pasukan Jayakatwang yang kecil jumlahnya menuju ke Utara. Mereka mulai menyerang dengan tiba-tiba. Kertanegara tidak begitu terkejut. Disangkanya tentara Cina mulai menyerang.

Pasukan penjaga keraton Singasari menahan serbuan musuh. Musuh dapat dihalau. Mereka lari bercerai berai. Tetapi, jangan menyangka Kertanegara sudah bebas dari bahaya. Jayakatwang adalah seorang ahli perang yang ulung. Pasukan dari utara itu hanya mengadakan serangan pura-pura. Supaya lawan menjadi lengah dan menyangka sudah menang. Padahal induk pasukan terkumpul di sebelah Selatan.

Dan pasukan inilah yang benar-benar menyerang keraton. Bukan main terkejutnya Kertanegara, ketika musuh datang menyerbu ia telah terjebak oleh pasukan Jayakatwang. Kertanegara tidak berdaya menghadapinya. Semua perwira-perwira dan pegawai-pegawai tinggi yang hadir tewas, termasuk Kertanegara.

Kini Keraton direbut Jayakatwang. Umbul-umbul kerajaan Kediri kembali berkibar-kibar di atas atap keraton. Namun itu tidak terjadi dalam waktu yang lama.

Sementara itu marilah kita lihat! Apa kabarnya dengan armada Kubilai Khan? Bagaimana dengan armada Kertanegara? Kapal-kapal Kubilai Khan merapat di pantai Jawa. Pasukan-pasukannya berlompatan ke darat. Mereka membuat perkemahan di tepi pantai.

Mereka siap-siap menyerang. Pasukan Kubilai Khan sama sekali belum mengerti, kalau Singasari sudah hancur dan Kertanegara sudah tewas. Maklumlah pada jaman itu belum ada radio, telepon, telegrap maupun televisi.

Raden Wijaya Memimpin

Ada hal lain lagi yang perlu diceritakan, yaitu tentang Raden Wijaya. Perwira muda ini adalah menantu Kertanegara. Ia dulu ikut menggempur Jayakatwang. Tetapi tidak berhasil. Malah ia yang ganti dikejar-kejar. Ia lari ke Madura. Kemudian ia kembali lagi ke Mojokerto. Ia memimpin perang gerilya di sana melawan pasukan Jayakatwang.

Raden Wijaya seorang yang cerdik. Di dalam markasnya di tengah hutan belantara ia berfikir, “Tentara Kubilai Khan sudah mendarat. Mereka belum mengetahui apa yang terjadi. Mereka menyangka Kertanegara masih hidup. Padahal Jayakatwang yang kini ada di ibukota. Baiklah kupergunakan kesempatan ini.”

Keesokan harinya ia menemui komandan Pasukan Cina. Ia berkata, “Perkenalkan saya ini musuh Kertanegara. Saya sudah lama mau melawannya. Saya punya pasukan banyak. Apa tuan mau saya bantu?”

“Baik, baik, tentu saja kami mau dibantu. Tunjukkan jalan menuju istana. Ayo, sama-sama kita menyerang Kerta-negara!”, demikian jawab komandan pasukan Kubilai Khan itu.

Tentara gabungan itu menyerbu keraton. Jayakatwang tewas dalam pertempuan itu. Sesudah itu barulah Wijaya menjalankan tugas yang sebenarnya! Dengan sekonyong-konyong ia menyerang pasukan Kubilai Khan. Alangkah terkejutnya mereka! Pasukan Kubilai Khan meninggalkan daratan. Mereka kembali nalk kapal.

Mereka berkata, “Buat apa kami melawan Wijaya. Bukankah Kertanegara sudah tidak ada lagi. Tugas kami sudah selesai”. Mereka lalu berlayar kembali ke negerinya.

Sekarang tinggallah Wijaya dengan pasukannya. Ia mengumpulkan anak buahnya di tengah hutan belantara di daerah Mojokerto dan didirikanlah sebuah negara baru bernama Majapahit.

Daftar Pustaka:

Kutojo, Sutrisno. 1982. Pejuang Bangsa. Jakarta: Penerbit Miswar.


Comments

3 tanggapan untuk “Kertanegara, Raja Terakhir Singosari yang Berperang Melawan Jayakatwang dan Kubilai Khan”

  1. […] tahun untuk nusa dan bangsa. Pada tahun 1364, anak desa yang menjadi Mahapatih atau Perdana Menteri kerajaan Majapahit itu telah di panggil kembali oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan […]

  2. Avatar Blogger Mojokerto
    Blogger Mojokerto

    Kisah ini harus terus dibaca remaja supaya mereka tahu asal usul bangsanya.

  3. Nice donggeng, jadi mengetahui kebudayaan keadaan pada masa itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *