Penulis mengikuti kegiatan studi banding Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) bersama 90 orang ustadz-ustadzah Jamiyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH) Anak Cabang Mojowarno pada Minggu, 25 Februari 2018. Lembaga TPQ tujuan studi banding adalah TPQ Al-Firdaus yang berlokasi di Masjid Agung Bangil Kabupaten Pasuruan. Perjalanan dari Jombang dimulai sekitar pukul tujuh pagi dan sampai di Pasuruan pukul sepuluh. Agenda di TPQ Al-Firdaus dimulai jam tiga sore sehingga penulis dan anggota JQH melakukan kegiatan selingan ziarah ke makam Mbah Hamid dan berlibur ke Pemandian Banyubiru. Cuaca terik tidak menyurutkan langkah penulis untuk mengikuti rangkaian kegiatan yang masuk dalam program kerja JQH ini.
Menjelang pukul empat sore penulis dan tim JQH sampai di lokasi studi banding. Kehadiran kami bertepatan dengan dimulainya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) TPQ Al-Firdaus. Lantunan asmaul husna terdengar nyaring dan serempak sehingga menghadirkan suasana damai. Tidak sedikitpun terdengar canda-tawa para santri sebagainya terjadi di TPQ tempat penulis mengajar setiap sore. Pemandangan yang tersaji di depan mata adalah para guru mengaji yang mengajar secara profesional dan amanah. Sebanyak 195 santri belajar membaca Al-Quran di lembaga TPQ Terbaik se-Kabupaten Pasuruan tersebut. Setiap kelas menggunakan Buku Yanbua sebagai metode belajar membaca Al-Quran dan masing-masing kelas dilengkapi alat peraga membaca.
Poin penting yang penulis catat dari kunjungan studi banding JQH ini adalah guru harus selalu belajar dan meningkatkan kompetensi diri. Jika sebuah lembaga TPQ ingin menghasilkan santri berkualitas, maka perubahan itu harus dimulai dari peningkatan kemampuan gurunya. Jika guru sudah berkompeten, maka dilanjutkan dengan usaha memperbaiki manajemen TPQ dan administrasi kependidikan. TPQ harus mampu mencontoh sistem administrasi lembaga pendidikan formal agar bisa berkembang lebih baik. Antara TPQ di kota dan di desa sebenarnya memiliki tantangan yang hampir sama karena modernisasi telah menyempitkan jurang pembeda rural dan urban. Setiap guru TPQ memiliki tugas yang sama untuk mengajarkan baca-tulis Al-Quran dengan benar.
Pembeda paling mudah antara TPQ Al-Firdaus dan TPQ kebanyakan adalah pada perangkat pembelajaran. TPQ pada umumnya belum memiliki dan menerapkan perangkat pembelajaran dalam KBM sehari-hari. Sebaliknya, TPQ Al-Firdaus telah memiliki kurikulum, program tahunan, program semester, jurnal harian, absensi, buku laporan hasil belajar, dan program kreatifitas santri. Semua jenis perangkat pembelajaran pada lembaga pendidikan formal telah ada disana. Proses seleksi ustadz dan ustadzah pun tidak kalah profesional dibanding sekolah formal. Setiap guru baru harus melalui serangkaian proses selama satu tahun lebih agar bisa diangkat sebagai guru tetap oleh Yayasan Masjid Agung Bangil. Begitu banyak inspirasi yang penulis dapat dari studi banding ini. Semoga semua wawasan baru dari Bangil bisa penulis terapkan di TPQ Al-Mujahiddin.
Tinggalkan Balasan