Memandang dunia dari balik jendela kamar. Mereka menyebutku seperti katak dalam tempurung. Tidak. Aku bukan seperti yang kau pikirkan. Aku sengaja memandang semuanya dari balik kamarku. Aku tidak sedang menyembunyikan diri dari segala warna dunia. Dari balik kegelapan kamar inilah aku bisa membedakan cahaya surya dan remang malam yang berkuasa. Di dalam bilik sempit bertabur angin ini aku menyapa luasnya duniaku.
Katak dalam tempurung terjebak pikiran sempit. Itu bukan aku. Aku tidak menolak setiap tindakan mereka yang merasa berkuasa atas tubuhku. Aku tidak mengelak dari tirani penguasa yang merasa hebat dengan segala arogansinya. Aku berdiam disini untuk memberikan mereka kesempatan dalam membuktikan segala omong-kosongnya. Aku disini dibuang setelah semua bentuk perjuanganku tak dihiraukan.
Aku bukanlah katak yang terpenjara dalam egonya dengan berlarian kesana-kemari ketika hujan malam mengguyur Negeri Sembilan Gua. Aku tak akan mendendangkan lagu-lagu berisik seperti halnya ratusan katak yang bernyanyi di pertigaan jalan manakala para manusia tenggelam di peraduan. Inilah tempat terindah dan paling nyaman dalam hidupku. Aku bisa menyaksikan kehancuran sebuah dinasti pemuda di depan mataku, mereka yang dulu kubanggakan.
Tinggalkan Balasan