Muhammad Hasyim adalah sedikit orang yang mengenal kebiasaan dan perilaku mahasiswa Universitas Hasyim Asyari (UNHASY) Tebuireng dari masa ke masa. Lebih dari dua puluh tahun dia berinteraksi dengan ribuan mahasiswa UNHASY yang berasal dari angkatan tahun yang berbeda-beda. Penulis mencoba menelusuri perkembangan budaya mahasiswa UNHASY dari saksi hidup yang sampai saat ini menjadi bagian dari perjalanan sejarah itu.
Siang itu pria yang akrab dipanggil Mang Hasyim tampak sibuk mengolah bahan-bahan mie ayam di lapaknya. Pria berusia 56 tahun itu terlihat bersemangat melayani permintaan pembeli. Sesekali senyum khasnya terkembang di bibir saat berbicara dengan penikmat mie ayam buatannya. Penulis berkesempatan mewawancarai Mang Hasyim pada Selasa (29/8) di Tebuireng, Jombang untuk menggali lebih dalam informasi perkembangan budaya mahasiswa UNHASY dari pria asal Bandung, Jogoroto ini.
“UNHASY sekarang telah tumbuh sangat cepat diluar perkiraan saya,” ucapnya di awal pertemuannya dengan penulis. “Saya berjualan di sini sejak tahun 1996. Sudah banyak mahasiswa pelanggan mie ayam saya yang sekarang menjadi dosen.” Usai berkata demikian, dia menyebut beberapa nama dosen aktif UNHASY yang dulu hampir setiap hari datang ke tempat. “Pak Jasminto dan Pak Encep dulu sering kesini bersama teman-temannya,” katanya.
Pria beranak dua ini kemudian menceritakan perbedaan perilaku mahasiswa UNHASY jaman sekarang dibanding era tahun 90-an. “Di era tahun 90-an dulu, warung saya tak ubahnya menjadi kantor organisasi mahasiswa karena mereka sering berkumpul disini dan membahas kegiatan-kegiatan mahasiswa di kampus,” imbuhnya dengan suara kalem khas logat Sunda.
Lebih lanjut lagi, pria bertubuh langsing ini menyebut beberapa peristiwa menarik pada dua dekade lalu yang tidak bisa ditemukan lagi di masa sekarang. “Dulu saya sering membuatkan kopi untuk para mahasiswa yang rapat di warung ini sampai tengah malam. Bahkan saya sering tidur sampai jam satu dini hari untuk menemani mahasiswa yang rapat.”
Kondisi yang jauh berbeda terjadi saat ini. Pria enerjik yang siang itu berkaos abu-abu menceritakan bahwa mahasiswa sekarang jarang melakukan rapat di warung miliknya. “Sejak ada telepon genggam dan internet, mahasiswa yang rapat disini makin berkurang. Sepertinya mereka lebih suka rapat secara online,” jelasnya. “Mahasiswa yang datang kesini sekarang hanya untuk tujuan makan dan bercanda dengan teman-teman. Tidak ada diskusi serius seperti halnya mahasiswa jaman dulu,” terangnya.
Perkembangan teknologi telah mengubah pola perilaku mahasiswa UNHASY dalam berkomunikasi. Internet memudahkan manusia dalam berkomunikasi melewati batas-batas tempat dan waktu. Mahasiswa saat ini tidak harus bertatap muka untuk membuat perencanaan kegiatan di kampus. Mereka memanfaatkan aplikasi grup jejaring sosial untuk berkomunikasi secara daring. Inilah salah satu bentuk perubahan tingkah laku budaya santri yang tampak pada cara komunikasi mahasiswa UNHASY Tebuireng.
IKAHA kampus kebanggaanku. Meski tdk mewah tapi banyak ilmu berharga yg saya dapat disana.
Inilah bukti blog pribadi bisa menjadi media refleksi diri. Teruslah menulis agar semakin banyak pemuda terinspirasi.
Warung kopi adalah tempat legendaris untuk semua mahasiswa. Termasuk saya juga.
Ngopi = ngaji lan olah pikir.
Obrolan olah pikir di dalam kelas perkuliahan. Obrolan olah rasa di dalam warung mang hasyim.
Sepertinya mas Agus ini termasuk anggota tetap kantin mang hasyim.
Jadi inget saat gue msh jadi pejuang angkringan. Ngopi siang dan malam utk cari wangsit skripshit.
Tulisan khas anak muda lulusan Tebuireng.
Aku kagum pada kepatuhan santri jombang kpd gurunya.
Sukses berawal dari ngopi.